tag:blogger.com,1999:blog-41131484771093274742024-03-05T10:12:06.172-08:00PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGANUKIhttp://www.blogger.com/profile/01137209992661153292noreply@blogger.comBlogger4125tag:blogger.com,1999:blog-4113148477109327474.post-40836015416655268482010-03-30T06:36:00.000-07:002010-03-30T06:36:41.992-07:00Anak Usia Dini dan Perkembangannya<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis8B0bQvzy4MFgIRWczXfVucEd8fXfJt64CqeegtkG-dlk3ePRbPn4Nfv15utVRFTrfB6i4BHKmEuMsJu3hdsdEgLKLfqqVzzoTfi5y1C4st8Mot1QQ8uFyKWo6YWW38vjRY4x7fP0xfU/s1600/s1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><br />
</a></div>MENYOAL PERKEMBANGAN ANAK USIA DINI <br />
Oleh: Sukiman <br />
<br />
A. Latar Belakang Masalah<br />
Kesepahaman umum telah menegaskan bahwa anak-anak adalah asset masa depan suatu bangsa. Anak-anak hari ini adalah generasi masa depan. Anak-anak tersebut tidak akan mempunyai pengaruh dan posisi yang besar kecuali jika mereka dididik dengan baik, dan jiwa mereka di asah dengan semua hal-hal yang baik dan bermanfaat. Karenanya yang penting bagi seorang anak adalah pengembangan dan pembentukan kepribadian mereka semenjak masa pertumbuhan pertamanya (Utsman, 2005: 14). <br />
Masa pertumbuhan pertama anak menunjuk pada masa usia dini, yang populer disebut sebagai<br />
masa emas (the golden age), suatu masa krisis yang memiliki nilai tinggi dan penting. Dikatakan sebagai masa emas (ibaratnya logam mulia yang bernilai jual tinggi) karena pada usia tersebut terjadi proses perkembangan organ sentral bagi tingkah laku manusia, yaitu otak. Prof.Dr. Benyamin S. Blomm, guru besar pendidikan dari Universitas Chicago Amerika menyebutkan bahwa perkembangan intelektual otak sebagai berikut:<br />
<br />
<a name='more'></a><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis8B0bQvzy4MFgIRWczXfVucEd8fXfJt64CqeegtkG-dlk3ePRbPn4Nfv15utVRFTrfB6i4BHKmEuMsJu3hdsdEgLKLfqqVzzoTfi5y1C4st8Mot1QQ8uFyKWo6YWW38vjRY4x7fP0xfU/s1600/s1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEis8B0bQvzy4MFgIRWczXfVucEd8fXfJt64CqeegtkG-dlk3ePRbPn4Nfv15utVRFTrfB6i4BHKmEuMsJu3hdsdEgLKLfqqVzzoTfi5y1C4st8Mot1QQ8uFyKWo6YWW38vjRY4x7fP0xfU/s320/s1.jpg" /></a></div><br />
<meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5CToshiba%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:Batang;
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-alt:바탕;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
@font-face
{font-family:"\@Batang";
panose-1:2 3 6 0 0 1 1 1 1 1;
mso-font-charset:129;
mso-generic-font-family:roman;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1342176593 1775729915 48 0 524447 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
mso-fareast-language:EN-US;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:537159049;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1011273352 67698713 67698703 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level2
{mso-level-tab-stop:72.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1
{mso-list-id:1805538141;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-156443202 -2055827442 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;
mso-ansi-font-style:normal;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
-->
</style> <br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Kutipan di atas menunjukkan kepada kita bahwa jika anak mendapatkan stimulasi yang tepat dan baik maka sekitar 50% kapasitas kecerdasan orang dewasa telah terjadi pada anak usia 4 tahun, dan 80% telah terjadi ketika anak berusia 8 tahun (kelas 2 atau 3 SD), serta 100% ketika anak berusia 18 tahun (usia SMA). Pada usia di atas 18 tahun kemampuan otak manusia tidak lagi mengalami perkembangan/stagnasi. Keadaan ini menyodorkan suatu hal yang teramat penting kepada kita bahwa perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 4 tahun pertama usia anak (usia pra-sekolah: TK/RA, Play Group, TPA, dan SPS lainnya) sama besarnya dengan perkembangan yang terjadi dalam kurun waktu 14 tahun berikutnya (usia sekolah: SD – SMA). Bagaimana realisasi stimulasi perkembangan otak dalam praktek pendidikan kita? Sudahkah usia 4 tahun pertama mendapatkan porsi perhatian secara proporsional? Dan masih banyak lagi pertanyaan dapat kita ajukan terkait dengan pendidikan anak usia dini manakala kita memiliki atensi dan <i>good will</i> bagi terwujudnya generasi penerus bangsa yang berkualitas handal.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Pelayanan tumbuh kembang anak usia dini perlu dilaksanakan secara holistik. Terkait dengan perkembangan otak, ke dua belahannya yakni belahan otak kiri dan belahan otak kanan penting mendapatkan stimulasi. Setiap belahan otak (kiri dan kanan) mempunyai fungsi yang berbeda. Belahan otak kiri berhubungan dengan logika, analisa, bahasa, rangkaian (<i>sequence</i>) dan matematika. Stimulasi yang berhasil mengembangkan kemampuan belahan otak kiri akan menghasilkan kemampuan dalam bentuk kemampuan mengupas/meninjai (<i>critiquing</i>), menyatakan (<i>declaring</i>), menganalisa, menjelaskan, berdiskusi dan memutuskan (<i>judging</i>). Belahan otak kanan berkaitan dengan ritme, kreativitas, warna, imajinasi dan dimensi. Keberhasilan stimulasi terhadap perkembangan belahan otak kanan akan mengaktualisasikan kemampuan manusia dalam menggambar, menunjuk, memperagakan, bermain, berolahraga, bernyanyi, dan aktivitas motorik lainnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Selaras dengan pendekatan holistik yang disarankan dalam pendidikan anak usia dini terkait dengan pengembangan kemampuan belahan otak kiri dan kanan, berdasarkan teori kecerdasan dari Gardner bahwasanya setiap individu anak memiliki kecerdasan jamak, tidak tunggal. Paradigma (pandangan/keyakinan yang cukup mendasar) kecerdasan tunggal menyatakan bahwa anak dengan tingkat kecerdasan tertentu tidak akan mencapai keberhasilan melebihi keberhasilan yang dicapai oleh anak dengan tingkat kecerdasan di atasnya. Sedangkan pada paradigma kecerdasan jamak, diyakini bahwa setiap anak memiliki kecerdasan jamak (Kecerdasan: Linguistik, Logika-matematik, Visual-spastial, Musik, Kinestetik, Interpersonal, Intrapersonal, Naturalistik). Pada masing-masing anak dimungkinkan memiliki satu atau lebih kecerdasan yang menonjol yang aktualisasinya terkait dengan diperoleh tidaknya stimulasi yang tepat dari lingkungan. Pada paradigma ini terbuka peluang bahwa suatu kecerdasan yang menonjol, misalnya musik, dapat untuk membantu memudahkan penyelesaian masalah terkait dengan kecerdasan lain yang kurang, misalnya matematik. Dengan kata lain anak berkecerdasan musik akan lebih mudah memahami matematik bila dalam belajar memberdayakan/menyertakan musik. Demikian kira-kira dasar pikiran orang yang mengatakan bahwa setiap anak adalah cerdas.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Pendekatan holistik juga menyiratkan bahwa keseluruhan aspek pribadi perlu disentuh dalam pengembangannya, tak hanya aspek kognisi dan psikomotor yang diutamakan mendapat porsi perhatian lebih, tetapi juga afeksinya. Hal ini penting karena secara empirik membuktikan hasil pendidikan yang ditampilkan banyak orang hanya mengedepankan salah satu aspek kepribadian saja, yaitu kognisi. Akibatnya banyak orang pintar membaca tetapi sebatas kognisi saja, sehingga produsen asap tidak pernah takut mencantumkan tulisan ”menghisap asap dapat menimbulkan penyakit kanker, impotensi dan gangguan janin” dalam kemasan produknya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Usia emas memiliki arti penting bagi perkembangan anak karena akan menjadi tonggak penyangga bagi kokohnya perkembangan selanjutnya. Usia emas disebut sebagai masa krisis, satu masa yang terjadi hanya sekali selama hidup, dan tak akan terulang lagi. Suatu masa yang bernilai penting, karena bila masa itu tidak dikelola dengan betul dan baik, perkembangan maksimal yang seharus dapat diraih tidak dapat diaktualisasikan. Karena itu penanganan yang tepat, terencana yang terprogram adalah penting untuk dilakukan. Salah satu bentuk penanganan di maskud adalah pemberian bimbingan perkembangan anak usia dini. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Tindakan ini perlu sebab secara empirik kualitas SDM bangsa Indonesia kini mengkhawatirkan, yang kondisinya dinyatakan oleh Idrus (1999) dalam keadaan: “Tingkat kreativitasnya rendah (<i>low creativity</i>)<i>; </i>Tingkat kepercayaan dirinya rendah (<i>low self-confident); </i>Tidak bisa bertindak atas inisiataif sendiri (<i>not self-starter</i>)<i>; </i>Berdaya saing rendah (<i>low competitive</i>)<i>; </i>Bermental birokrasi (<i>bureaucracy mentality</i>)<i>; </i>Produktivitasnya rendah (<i>low productivity</i>)<i>”</i>, <i> </i> suatu kualitas SDM yang menyimpang dari visi pendidikan nasional, yaitu memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan jaman yang selalu berubah (Dikdasmen, 2001), dan merupakan suatu keadaan yang memusingkan. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Aa Gymnastiar (2006) mengatakan, “kalau kita pusing dengan generasi sekarang, maka siapkan generasi yang akan datang”. Oleh karena itu agar anak sebagai <i>asset</i> tersebut dapat bermanfaat secara maksimal, agar anak dapat membekali dirinya sendiri adalah merupakan kewajiban setiap orang dewasa untuk mengantarkan mereka ketangga tapal kedewasaan, yang dalam makalah ini adalah orang tua kedua dari anak, yaitu guru. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Sampai dengan tahun 2005 jumlah anak usia 0 – 6 tahun di Kabupaten Kudus sebanyak 90.936 anak. Berdasarkan data Dinas Pendidikan Kabupaten Kudus (Anshori: 2006) jumlah anak usia dini terlayani oleh PAUD non formal sebesar 1.154 anak (22,7%), dan selebihnya 89.782 anak (87.3%) belum terlayani oleh PAUD. Anak sebagai <i>asset</i> bangsa di masa depan jumlah anak yang banyak merupakan potensi SDM yang berharga, namun jika tidak digarap dengan benar, jumlah anak yang banyak merupakan potensi yang membahayakan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Pertelaan tentang pentingnya masing-masing fungsi belahan otak serta teori kecerdasan jamak dan keseluruhan kepribadian terkait dengan aktivitas kehidupan memberikan pencerahan secara mendasar kepada kita tentang berbagai persoalan hidup yang kita hadapi, seperti mengapa kreativitas kita rendah, mengapa banyak orang pintar terlibat dalam tindak pidana? mengapa sepak bola di negara kita tidak maju, dan mengapa-mengapa yang lain. Pencerahan ini sekaligus mengisyaratkan tentang pentingnya pendidikan anak usia dini serta bagaimana cara bermain yang seharusnya dilakukan agar stimulasi perkembangan anak usia dini dapat dijalankan dengan benar.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Upaya guru dalam menstimulasi anak agar bernilai sebagai <i>asset </i>melalui berbagai kegiatan bermain sebagaimana di maksud uraian di atas perlu mengenal muara akhir yang hendak dituju dari kegiatan <b>prasekolah</b>, yaitu diperolehnya pengetahuan dan keterampilan dasar sehingga anak dinyatakan siap untuk mengikuti pendidikan di <b>sekolah</b> (Sekolah Dasar). <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV">B. Anak Masak (Siap) Mengikuti Pendidikan di Sekolah Dasar<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Kemampuan-kemampuan yang dimiliki anak (<i>nature factor</i>) meliputi kapasitas otak dan ragam kecerdasan, aktualisasinya memerlukan stimulasi yang relevan dari lingkungan (<i>nurture factor</i>). Pendidikan <b>prasekolah</b> (sebagai faktor <i>nurture</i>) memiliki peran memberikan stimulasi lewat pelatihan-pelatihan yang sesuai dengan dunia anak (dunia bermain) terhadap ragam kemampuan bawaan di maksud sehingga diperoleh keterampilan dasar yang dibutuhkan anak sampai dengan mereka dapat dikatakan siap untuk mengikuti <b>sekolah</b> pada pendidikan dasar (SD). <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Mengingat pendidikan prasekolah merupakan jenjang pendidikan sebelum sekolah, atau belum merupakan sekolah, maka pendidikan TK/RA, Play Group, dan Satuan PAUD Sejenis bukanlah kepanjangan tangan dari Sekolah (SD). Pendidikan prasekolah bukan miniatur SD kelas rendah. Dengan demikian konsekuensinya pelatihan yang dilakukan adalah berkenaan dengan keterampilan dasar yang nantinya dibutuhkan untuk dapat melaksanakan kegiatan di SD. Agar anak dapat melakukan aktivitas di SD seperti kegiatan menulis, maka yang dilatihkan pada pendidikan prasekolah adalah melatih motorik anak agar dapat memegang alat tulis dengan benar, dapat menggerakkan tangan sesuai dengan ragam bentuk abjad, dapat melakukan perangkaian antar abjad menjadi kata, dapat memfokuskan terjadinya koordinasi antara aktivitas mata, tangan dan pikiran serta berlatih menangkap makna yang tersirat dalam tulisan. Dan yang lebih penting dalam setiap kegiatan pelatihan adalah bangkitnya minat anak untuk menggeluti aktivitas yang dilakukan. Dengan tingginya minat anak dalam beraktivitas yang dijalani diyakini dapat memberikan pengalaman yang menyenangkan dalam aktivitas belajar. Lebih jauh pengalaman belajar yang menyenangkan dapat menjadikan aktivitas belajar bukan merupakan hal yang berat, tetapi menyenangkan dan mengasyikkan. Bila hal yang demikian terjadi lambat laun belajar merupakan kegiatan yang membudaya sehingga akan dilaksanakan kapan saja dan di mana saja. Demikian juga untuk kemampuan membaca, berhitung dan berkomunikasi dengan lingkungan (guru dan teman) yang diperlukan di SD, maka di prasekolah perlu dilatihkan dasar-dasar keterampilan yang relevan dengan kemampuan yang ingin dikembangkan, sampai dengan anak siap mengikuti pendidikan di SD. Secara garis besar kondisi anak yang siap mengikuti pendidikan di SD jika mereka telah memiliki keterampilan sosial, motorik, dan kognitif yang memadai. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Untuk mengetahui kesiapan anak di maksud dapat dilakukan pengamatan terhadap: 1) Kemandirian (Anak relatif dapat mengurus diri sendiri, dan secara emosional mampu berada jauh dari orang tuanya dan berada sendiri tanpa orang tua di antara orang-orang yang baru dikenalnya). 2) Keterampilan sosial (Anak mau berkenalan dan tidak canggung menyesuaikan dengan lingkungan sosial yang baru, mampu berbagi, bersedia mematuhi perintah guru, mampu bertindak mengatasi masalah sehari-hari sesuai norma). 3) Keterampilan berbahasa (Anak mampu memahami perintah atau materi yang disampaikan secara verbal, mampu menyampaikan isi pikiran dan perasaan dengan lancar, kosa kata cukup luas, dan dapat menceriterakan kembali hal-hal yang dialami. (4) Mengenal identitas diri dan keluarga (Anak minimal mengetahui namanya, alamat, nama orang tua, nomor telepon (kalau ada) dan tanggal lahir. 5) Koordinasi motorik kasar (Anak memiliki kesimbangan yang baik, dapat berlari, melompat, dan mengayunkan tangan. 6) Koordinasi motorik halus (Anak dapat menggunakan alat tulis dengan benar, dapat menggambar, mewarnai, dan menulis namanya sendiri. 7) Konsentrasi (Anak harus mampu bertahan menkuni tugas minimal 20 menit). 8) Kendali diri (Anak harus mampu menunda pemenuhan atau pelaksanaan keinginan sampai waktu yang tepat, mengikuti aturan, dan mampu menghadapi frustrasi. 9) Memahami konsep dasar (Anak memahami konsep keruangan seperti atas-bawah, kiri-kanan, depan-belakang; waktu, seperti: sekarang, kemarin, besok, sebelum, sesudah; ukuran, seperti: tinggi-pendek, tebal-tipis, besar-kecil; jumlah, minimal dapat menjumlahkan sampai lima dengan benda konkret; dan warna). 10) Mengenali perasaan sendiri dan mampu berempati (Anak mampu memberitahukan dan mengekspresikan perasaan senang, sedih, sakit, dan lainnya serta mampu mengenali dan ikut merasakan perasaan anak lain berdasarkan observasi terhadap tingkah laku mereka). <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Bertolak dari paparan di atas diperoleh suatu penegasan kepada kita bahwa untuk dapat mengikuti pendidikan di tingkat SD, anak tidak cukup hanya berbekal penguasan keterampilan bisa menulis, membaca dan berhitung, tetapi yang lebih penting dari itu adalah dikuasainya keterampilan dasar untuk bisa dan senang dalam menulis, membaca, berhitung dan penyesuaian terhadap tugas dan tanggung jawab kepada diri dan orang lain. Dan bahkan pemerolehan keterampilan menulis, membaca dan berhitung yang dipaksakan dapat menimbulkan pengalaman yang tidak menyenangkan, dan rentan terhadap timbulnya kebosanan terhadap kegiatan di maksud. Untuk itu beragam keterampilan dasar harus dijalankan secara <i>fun</i> dan anak <i>enjoy </i>dalam kegiatan tersebut.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><span lang="SV">C. Kecenderungan Pendidikan Anak Usia Dini dalam Praktek<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Berdasarkan hasil amatan manunggal diketahui kecenderungan-kecenderungan dalam pelaksanaan pendidikan anak usia dini (<i>Play Group</i>) sebagai berikut:<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Aktivitas pendidikan dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu: Kegiatan awal – Tengah – Akhir.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Kegiatan awal dimulai dari kehadiran anak di Play Group dengan variasi pelayanan: Ada yang secara formal melakukan penyambutan kedatangan anak di pintu gerbang Play Group, sementara pelayanan yang lain dilakukan dengan cara memberi ucapan selamat datang sambil berjabat tangan kepada setiap anak yang datang.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pada kegiatan awal anak dibebaskan untuk memilih alat permainan yang mereka sukai. Alat permainan dapat diambil sendiri oleh anak pada tempat sumber belajar yang telah disediakan penyelenggara.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Perbedaan dalam pelayanan tahap awal nampak pada pengemasan alat permainan dan pendampingan. Ada penyelenggara yang secara rinci menata alat bermain secara urut dari kiri ke kanan sesuai dengan tingkat kesulitan dan dalam kelompok keterampilan tertentu (sudut-sudut tertentu). Sementara ada yang tidak membedakan alat bermain namun menekankan pentingnya pendampingan kepada anak saat bermain. Dan ada juga yang belum memperhatikan keduanya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Alat bermain sebagai sarana belajar di antaranya secara periodik (Cawu) diadakan penambahan sesuai dengan tema dan/atau termin dan/atau mengganti alat permainan sejenis dengan tingkat kesulitan yang lebih tinggi. Sementara yang lain menyajikan semua alat permainan yang dimiliki secara sama setiap waktu.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">6.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Dijumpai adanya perbedaan aktivitas guru dalam kegiatan awal Ada penyelenggara yang memberikan tanggung jawab kepada masing-masing guru untuk memantau aktivitas dan progresivitas anak dalam jumlah tertentu serta mencatat kejadian-kejadian penting selama anak melakukan kegiatan bermain, dan hasilnya langsung didokumentasikan. Sementara ada yang melakukan pencatatan setelah kegiatan anak selesai hari itu. Rangkuman catatan kegiatan anak dilaporkan kepada orang tua anak.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pertanyaan guru dalam pendampingan terhadap anak sewaktu bermain ada kecenderungan bersifat spontanitas, belum terencana mengarah keseluruh aspek kepribadian yang memungkinkan dijangkau lewat permainan yang dimainkan anak.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">8.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pelatihan keterampilan dasar untuk menulis di antaranya dilakukan dengan aktivitas <i>tracing </i>huruf sesuai dengan bentuk atau cara suatu huruf dibentuk. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">9.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pelatihan keterampilan dasar untuk membaca dimulai dengan pengenalan huruf vokal ”a, i, o, e, u” yang dirangkai dengan kata-kata yang diawali dengan masing-masing huruf vokal. Sedangkan pengenalan huruf konsonan dilakukan dengan cara menunjukkan cara pelafalan huruf di maksud dengan menggunakan gerakan mulut (bibir dan lidah).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">10.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pelatihan keterampilan dasar berhitung dilakukan secara variatif, di antaranya lewat menghitung uang logam yang ditabung, menunjukkan jari sesuai dengan bilangan yang di maksud, lewat media gambar seperti gambar kaki ayam, kambing dan hewan-hewan lain.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">11.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pelatihan keterampilan dasar sosial dilakukan secara beragam pula, seperti menyediakan makanan untuk teman, bekerjasama yang dikemas dalam bentuk lomba, mengirim kartu pos, dan tukar menukar kado.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">12.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pada tahap kegiatan inti, secara umum diisi kegiatan penyampaian materi kepada anak, dengan diselingi beragam aktivitas yang dikonstruk secara berbeda-beda. Pada kegiatan inti bentuk-bentuk kegiatannya belum mengedepankan bentuk permainan. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">13.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pelatihan keterampilan dasar untuk motorik halus banyak dilakukan dengan cara melipat dan menempel, menghubungkan garis, menggunting dan semisalnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">14.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pengembangan kecerdasan jamak belum secara eksplisit direncanakan dan dituangkan dalam SKH, maupun dalam perbincangan antar guru dalam perencanaan kegiatan harian.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">15.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Kegiatan bermain disediakan dalam ruangan <i>indoor, outdoor</i> dan kunjungan (<i>field trip</i>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">16.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Lagu ”Tangan ke atas, tangan ke samping, ...” merupakan ”jurus”yang digunakan guru untuk pengubahan <i>off-task behavior</i> ke <i>on-task behavior anak.<o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">17.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><i><span lang="SV"> </span></i><span lang="SV">Bentuk-bentuk hadiah yang banyak dijumpai adalah kata-kata seperti: ”Hebat, bagus, jempol, good boy”. Di antaranya juga memberikan stempel bergambar bintang, dan/atau twitee.<i><o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">18.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Bentuk hukuman yang ditempuh adalah menyuruh anak untuk mengulangi suatu aktivitas secara benar, seperti membuang sampah.<i><o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">19.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Kegiatan yang menjadikan banyak anak nampak bergembira terlihat pada kegiatan yang menyertakan anak terlibat secara total, seperti puisi (rhyme), lagu mars yang disertai gerakan anggota tubuh.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">20.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Ceritera sebagai metode mendidik anak yang melibatkan unsur-unsur (tempat berceritera, posisi duduk, bahasa ceritera, intonasi guru, pemunculan tokoh-tokoh, penampakan emosi, peniruan suara, penguasaan siswa yang tidak serius, dan penghindaran ucapan spontan) nampak belum menjadi acuan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">21.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Persoalan yang sering dijumpai oleh guru adalah terkait dengan kiat-kiat menghadapi kasus anak, seperti kelengketan dengan orang tua, temper tantrum, tidak mandiri, agresif. Pada umumnya guru menghadapi persoalan dengan intervensi orang tua terhadap aktivitas anak.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">22.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pada kegiatan akhir belum nampak adanya kecenderungan untuk membangkitkan minat anak agar tumbuh minat mau kembali bermain pada keesokan harinya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV">D. Local Genius<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Pada masing-masing <i>setting Play Group</i> memiliki cara-cara yang dianggap unggul dalam memberikan pelayanan atau stimulasi bagi perkembangan anak usia dini. Cara-cara pelayanan yang dianggap unggul tersebut perlu dikaji ulang guna mengetahui nilai kontribusinya bagi perkembangan anak usia dini.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Sebagai acuan peninjauan guru dapat menggunakan rambu-rambu atau berorientasi pada hakikat pendidikan anak usia dini yang dikeluarkan Pusat Kurikulum balitbang Diknas sebagai berikut: <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan pada anak.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitik beratkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan jamak, dan kecerdasan spiritual.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV">Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan anak usia dini maka penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan yang dilalui anak usia dini (Pusat Kurikulum balitbang Diknas, 2004: 2).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Pendidik dan penyelenggara pendidikan, sering kali tidak dapat berkutik dengan tuntutan orang tua untuk menyelenggarakan berbagai macam aktivitas pembelajaran yang sebenarnya tidak tepat atau belum pada saatnya. Kenyataan yang demikian menunjukkan adanya pemahaman yang belum menganggap penting bahwa dalam jangka panjang, keinginan belajar dan motivasi lebih menentukan keberhasilan ketimbang prestasi tinggi hasil karbitan. Pengetahuan dapat diperoleh dalam waktu relatif singkat, namun hasrat dan motivasi belajar memerlukan waktu banyak agar dapat tumbuh berakar kuat dalam pribadi seseorang. Motivasi tinggi untuk menguasai sesuatu (bukan cuma nilai atau ijazah), ulet, tidak mudah patah semangat, berani berkompetisi, mau cari strategi baru untuk mengatasi kegagalan, terampil bersosialisasi, dan merasa tertantang dalam menghadapi hambatan adalah kualitas yang perlu dikembangkan semasa sekolah, tidak dapat dikarbit melalui nilai mata pelajaran tertentu (http://www.dwp.or.id/article. php?id=96).<o:p></o:p></span></div>UKIhttp://www.blogger.com/profile/01137209992661153292noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4113148477109327474.post-42395556198437515122010-03-23T06:59:00.001-07:002010-03-23T06:59:24.530-07:00Potensi Unggulan<meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5CToshiba%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><o:smarttagtype name="place" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="country-region" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><style>
<!--
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-language:EN-US;}
p.MsoFootnoteText, li.MsoFootnoteText, div.MsoFootnoteText
{mso-style-noshow:yes;
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-language:EN-US;}
p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter
{margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
tab-stops:center 216.0pt right 432.0pt;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-language:EN-US;}
span.MsoFootnoteReference
{mso-style-noshow:yes;
vertical-align:super;}
p.MsoBodyText, li.MsoBodyText, div.MsoBodyText
{margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:justify;
line-height:150%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:Arial;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-language:EN-US;}
p.MsoBodyText2, li.MsoBodyText2, div.MsoBodyText2
{margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:justify;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:12.0pt;
font-family:Arial;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
mso-fareast-language:EN-US;
mso-bidi-font-weight:bold;
font-style:italic;}
/* Page Definitions */
@page
{mso-footnote-separator:url("file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") fs;
mso-footnote-continuation-separator:url("file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") fcs;
mso-endnote-separator:url("file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") es;
mso-endnote-continuation-separator:url("file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") ecs;}
@page Section1
{size:459.25pt 649.2pt;
margin:2.0cm 2.0cm 3.0cm 3.0cm;
mso-header-margin:1.0cm;
mso-footer-margin:1.0cm;
mso-page-numbers:53;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
@page Section2
{size:459.25pt 649.2pt;
margin:2.0cm 2.0cm 3.0cm 3.0cm;
mso-header-margin:1.0cm;
mso-footer-margin:1.0cm;
mso-page-numbers:53;
mso-columns:2 even 8.5pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section2
{page:Section2;}
@page Section3
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section3
{page:Section3;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:1413820447;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1215097512 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1
{mso-list-id:1454598496;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:1160288580 67698713 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2
{mso-list-id:2024241780;
mso-list-template-ids:-63394130;}
@list l2:level1
{mso-level-tab-stop:54.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:54.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2:level2
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.";
mso-level-tab-stop:57.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:57.0pt;
text-indent:-21.0pt;}
@list l2:level3
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.";
mso-level-tab-stop:72.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:72.0pt;
text-indent:-36.0pt;}
@list l2:level4
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.";
mso-level-tab-stop:72.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:72.0pt;
text-indent:-36.0pt;}
@list l2:level5
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.";
mso-level-tab-stop:90.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:90.0pt;
text-indent:-54.0pt;}
@list l2:level6
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.";
mso-level-tab-stop:90.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:90.0pt;
text-indent:-54.0pt;}
@list l2:level7
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7\.";
mso-level-tab-stop:108.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:108.0pt;
text-indent:-72.0pt;}
@list l2:level8
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7\.%8\.";
mso-level-tab-stop:108.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:108.0pt;
text-indent:-72.0pt;}
@list l2:level9
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7\.%8\.%9\.";
mso-level-tab-stop:126.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:126.0pt;
text-indent:-90.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
-->
</style> <br />
<div class="Section1"><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">The Golden Age: Predikat, dan Harapan Pengembangannya<o:p></o:p></span></b></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><br />
</div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Sukiman <o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Abstract<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoBodyText2"><span lang="EN-US">The golden age is a label given to the children preschool ages. During this period the development of their brain were going progressively, and it is needed a quality and an intensity stimulation from the environment. Based on the reality in the field of many setting of preschools education held an education program as a means to stimulate the children’s brain development by treating them with academic material stressing as soon as in the first class of the elementary school. By academic activity stressing it would took a risk in the future if the children got fail. Doe to the fact that failure would make children do not interested in learning and get bored. That is why “teaching-learning process” in preschool level must be held on the nature of children, that is, play. By playing all of the children’s potential could grow up pleasantly.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Key Words : </span></b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">The Golden Age, Stimulation, development</span><b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"><o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal"><br />
</div></div><b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"><br clear="all" style="page-break-before: auto;" /> </span></b> <br />
<div class="Section2"><div class="MsoNormal"><b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Anak Usia Dini dan Praktik Pendidikannya<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> Eksistensi Bangsa dan Negara <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> di masa depan sebagaimana tersurat dan tersirat dalam UU RI No.23 Tahun 2002 ditentukan oleh ana<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4113148477109327474#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference">*</span></a>k-anak <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> sekarang ini. </span><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Anak adalah investasi bangsa, mereka adalah generasi penerus bangsa, karena itu kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini (Sujudi, 2003). </span><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"></span></b></span><br />
<a name='more'></a><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"><b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"></span></b></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> Jika UU RI No. 23 Tahun 2002 serta pernyataan mantan menteri kesehatan RI ter<b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"></span></b></span><b><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"></span></b><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">sebut diakui keberadaan dan kebenarannya, selayaknya wajib diperhatikan ungkapan imajiner yang ke luar dari anak-anak:”Jika kami adalah masa depan, dan kami sekarat, maka masa depan itu tidak akan ada.” Adalah percuma memecahkan masalah-masalah lain di dunia ini jika generasi penerus yang berkualitas, yang dapat menjamin agar masalah-masalah tersebut tidak terulang di kemudian hari tidak diperhatikan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Sejalan dengan pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi sumber daya manusia (SDM) saat ini, dapat dijadikan cermin dari kualitas anak-anak pada masa lalu, serta dapat dilakukannya refleksi bagi tepat tidaknya ragam upaya dan perlakuan terhadap anak pada saat itu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa usia kanak-kanak tidak bisa disia-siakan dan dilewatkan begitu saja jika optimalisasi pertumbuhan dan perkembangan terlewati, maka anak-anak banyak kehilangan potensi. Kemampuan kreatif, ketajaman berpikir, dan kepekaan nurani adalah bekal kehidupan anak untuk masa depan (Moeliono: 2003). Dalam perspektif pendidikan dapat dikatakan bahwa <i>well educated man/people</i> akan terbentuk dari dan diawali oleh <i>well educated child</i> (Kartadinata, 2003). Persoalannya sekarang adalah bagaimana mewujudkan kondisi <i>well educated child </i>itu?<i> </i> <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Sebagai jawaban terhadap pertanyaan di atas, sementara orang dapat menunjukkan bahwa di masyarakat telah dikenal ada lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini seperti Taman Kanak-Kanak (TK) / Raudlatul Athfal (RA); Kelompok Bermain/<i>Play Group</i>; Tempat Penitipan Anak (TPA); Bina Keluarga Balita (BKB), maupun Posyandu, yang kesemuanya itu diasumsikan dapat mewujudkan kondisi anak yang <i>well educated.</i> Namun, apakah asumsi-asumsi di atas senyatanya didukung oleh fakta bahwa praktek-praktek pendidikan anak usia dini yang kini kian merebak di masyarakat telah secara benar memberikan pendidikan kepada semua anak dan dengan cara yang sesuai dengan hakikat pendidikan anak usia dini?<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Rilantono (2003) menilai pencapaian program pendidikan anak usia dini (PAUD) masih sangat rendah. Salah satu indikatornya dinyatakan karena masih rendahnya tingkat partisipasi pendidikan prasekolah di Indonesia. Pendapat tersebut mengacu pada piramida pendidikan yang dikeluarkan Depdiknas tahun 1999/2000, sebagaimana dijelaskan bahwa dari 9,2 juta anak usia 5-6 tahun di Indonesia, baru sekitar 1,5 juta yang mengenyam pendidikan prasekolah taman kanak-kanak (TK) (Kompas, 2003). Sedangkan menurut Sujanto (2004) anak usia dini Indonesia yang belum mendapatkan pendidikan secara terprogram sebesar 19,1 juta (73%) anak.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoBodyText" style="line-height: normal; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-size: 10pt;">Dari sisi proses pendidikan, lembaga pendidikan anak usia dini disinyalir oleh redaktur Buletin PADU (2003:iii) secara sengaja atau tidak cenderung menempatkan anak-anak dalam situasi ‘sekolah’ sedini mungkin. Lembaga-lembaga tersebut dikatakan semestinya tidak lantas beralih fungsi menjadi atau menyerupai sekolah, semata-mata karena terbawa oleh anggapan bahwa sebaiknya anak mulai ‘bersekolah sedini mungkin’. Dan bahkan Isdriani (Kompas, 2001) menyatakan bahwa meskipun namanya Taman Kanak-Kanak, sebuah taman tempat untuk bermain dan bersukaria, dalam praktiknya anak-anak TK diajari menulis dan membaca. Jika liburan catur wulan tiba, anak-anak TK kecil (A) diberi PR (Pekerjaan Rumah) menulis abjad a sampai z, sedangkan TK besar (B) les membaca, menulis dan berhitung.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> Sisi lain dari ragam dan proses yang timpang pada pendidikan anak usia dini yang diselenggarakan masyarakat, beberapa pakar di bawah ini menyatakan bahwa hal itu disebabkan karena rendahnya latar belakang pendidikan guru yang dikonotasikan dengan minimnya pengalaman dalam mengajar membuka peluang terjadinya <i>teaching disability</i> pada guru yang mengakibatkan <i>learning disability </i>pada murid, yang pada ujungnya menjadikan kualitas lulusan rendah.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Pendapat tentang kualitas SDM guru di antaranya dinyatakan Kontos dan Herzog <i>(2002) </i>bahwa:<i> “Many early childhood preschool teacher enter the field with little education beyond high school and minimal specialized education in child development or early childhood education</i>.” Sucipto (2002) menyatakan bahwa tingkat pendidikan guru yang mengajar di pendidikan prasekolah atau <i>play group</i>, banyak yang belum memadai. Tingkat pendidikan para guru tersebut hanya sebatas SMA saja. Menurutnya mereka belum bisa memenuhi harapan untuk mampu menguasai dan memahami karakter dan perilaku anak balita. Santoso dalam Kompas (2003) mengatakan bahwa mengelola pendidikan prasekolah tidak bisa sembarangan, karena pengajarnya juga harus paham kondisi psikologis anak. Rilantono (2003) menyatakan, permasalahan lain tentang pengembangan anak usia dini ialah kurangnya pemahaman guru tentang konsep PAUD maupun rendahnya mutu guru. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoBodyText" style="line-height: normal; text-indent: 36pt;"><span style="font-size: 10pt;"> Berbeda dengan pernyataan pakar di atas, hasil <i>preliminary study</i> oleh Sukiman (2004) pada beberapa <i>setting</i> lembaga pendidikan prasekolah di kota Kudus diperoleh temuan bahwa ketimpangan dalam proses pendidikan anak usia dini bukan semata-mata karena rendahnya pengetahuan guru tentang bagaimana PAUD diselenggarakan, tetapi lebih menunjuk pada ketakberdayaan guru untuk menolak desakan masyarakat agar anak mereka segera mendapatkan pelajaran calistung (membaca, menulis dan berhitung). Keinginan masyarakat yang demikian dipicu oleh kenyataan bahwa ”seleksi” di SD favorit mengarah pada performansi anak yang sudah bisa membaca dan menulis. Sementara para guru telah banyak yang menyandang gelar sarjana strata satu sekalipun diakui bahwa mereka tidak berlatar belakang dari pendidikan yang dari awal dipersiapkan untuk memberikan pendidikan kepada anak usia dini. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Kenyataan di atas dikuatkan oleh pengamatan Vilien (konsultan pendidikan anak usia dini dari <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Denmark</st1:place></st1:country-region>) dalam Yufiarti (2003: 61) bahwa TK di Indonesia lebih bersifat akademik. Anak-anak lebih banyak duduk di bangku seperti di sekolah. </span><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Jarang diberikan kesempatan kepada anak untuk bereksplorasi dan melakukan sendiri apa yang mereka minati. Kondisi pembelajaran yang demikian sama dengan yang dilakukan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Dikatakan lebih lanjut bahwa banyak guru yang kurang memberikan kesempatan pada anak untuk berfikir (<i>children must learn how to think</i>). Guru kurang memberi kesempatan pada anak untuk mengekspresikan perasaannya dan menemukan pemecahan masalah sendiri. Menurutnya anak-anak sejak kecil harus dilatih untuk mampu bekerjasama dengan anak-anak lain dan saling mendengar perasaan dan harapan teman-temannya. Perlakuan salah dalam pendidikan usia dini dapat menjadikan anak menangkap makna pendidikan sebagai hal yang tidak menyenangkan, dan bisa menciptakan hambatan bagi anak dalam mengikuti pendidikan di masa-masa selanjutnya (Sundjojo, 2003: 44). <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Temuan lainnya adalah bahwa kurikulum pendidikan (dalam arti sempit) yang dijalankan dirumuskan dari pengalaman-pengalaman pribadi pemilik/pengelola lembaga yang diperoleh dengan cara mengadopsi kegiatan-kegiatan yang dirasa baik dari lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini yang telah eksis di kota-kota besar yang mereka kunjungi. Cara-cara pengembangan kurikulum tersebut ditilik dari sisi bagaimana seharusnya kurikulum itu dikembangkan, belum bisa dibenarkan setidaknya kalau mengacu pada pendapat Oliva (1992) bahwa pengembangan kurikulum memiliki makna yang lebih komprehensif, mencakup: perencanaan (<i>planning</i>); pelaksanaan (<i>implementation</i>); dan penilaian (<i>evaluation</i>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Tahap perencanaan kurikulum merupakan proses awal bagi para pengembang kurikulum untuk mengambil keputusan dan tindakan sehingga malahirkan suatu disain kurikulum yang mengandung empat komponen utama, yaitu (1) Tujuan (<i>aims, goals, and objectives</i>); (2) Isi/Bahan (<i>content</i>); (3) Aktivitas belajar-mengajar (<i>learning activities</i>); dan (4) Penilaian (<i>evaluation</i>). Dan implementasi kurikulum merupakan tahap penjabaran disain kurikulum ke dalam tindakan nyata. Sedangkan tahap penilaian kurikulum merupakan tahap akhir dari proses pengembangan kurikulum saat hasil-hasil penerapan kurikulum dinilai efektivitas dan efisiensinya, baik yang berhubungan dengan produk pendidikan (<i>learners</i>) maupun kurikulum itu sendiri.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Proses pengembangan kurikulum tidak lepas dari pembahasan tentang model disain kurikulum yang akan dijadikan acuan dalam menyeleksi dan merumuskan tujuan, isi, proses, dan evaluasi. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa dalam proses pengembangan suatu kurikulum, mengacu kepada model disain kurikulum adalah suatu keharusan sebagaimana ditegaskan oleh Print (1993) bahwa: ”... <i>it is not possible to develop a curriculum without some form of curriculum design</i>.” Dan pada model-model disain kurikulum itu sendiri didapati adanya perbedaan, masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda dalam bentuk disainnya (tujuan, isi, proses dan evaluasi) serta implementasinya. Beberapa model di maksud empat di antaranya adalah kurikulum Subjek Akademis; Kurikulum Humanistik; Kurikulum Rekonstruksi Sosial; dan Kurikulum Teknologis. Sebagai gambaran berikut dipertelakan dua karakteristik kurikulum sebagai bahan perbandingan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><i><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Kurikulum Humanistik<o:p></o:p></span></i></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Kurikulum humanistik merupakan suatu model kurikulum yang menganut konsep aliran pendidikan pribadi yang berasumsi bahwa anak merupakan inti dari kegiatan pendidikan (<i>learners-centered education</i>). Pendidikan diarahkan untuk mengembangkan individu anak sehingga dalam penyusunan tujuan, isi, proses dan evaluasi selalu memperhatikan kebutuhan (<i>the needs</i>), minat (<i>interest</i>) dan tujuan yang diinginkan para pelajar (Print, 1993: 99). </span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Beberapa karakteristik model Kurikulum Humanistik, antara lain:<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Menyediakan pengalaman dan mengembangkan seluruh aspek kepribadian, baik aspek kognitif, estetika, maupun moral.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="ES" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="ES" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Menuntut hubungan emosional yang baik antara guru dan murid.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="ES" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="ES" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Menekankan kesatuan perilaku, baik yang bersifat intelektual, emosional, maupun tindakan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">d.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Memberikan pengalaman secara menyeluruh. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><i><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Kurikulum Rekonstruksi Sosial<o:p></o:p></span></i></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Model kurikulum ini merupakan penganut aliran pendidikan interaksional yang lebih memusatkan perhatian kepada problema-problema sosial yang harus dipecahkan melalui pendidikan. Adapun ciri-ciri yang membedakan dengan model kurikulum lain di antaranya:<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Siswa dihadapkan pada masalah-masalah masyarakat yang bersifat universal.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Kegiatan belajar dipusatkan pada masalah-masalah yang mendesak.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Pola organisasi kurikulum disusun seperti roda, dengan menempatkan tema utama masalah yang dibahas secara pleno, kemudian dijabarkan ke dalam sejumlah topik yang dibahas dalam diskusi kelompok (Sukmadinata, 1997).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Persoalan terkait dengan pedoman pengembangan kurikulum bagi lembaga pendidikan anak usia dini di atas, oleh pemerintah disikapi secara positif melalui Keputusan Menteri Pendidikan nasional Nomor 051/0/2001 dibentuk direktorat baru di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, yang diberi nama Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (Direktorat PAUD). Salah satu bentuk nyata yang diterima oleh lembaga pendidikan anak usia dini di masyarakat adalah diterbitkannya Buku Acuan Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Dini Usia atau sering disebut dengan Menu Pembelajaran Generik tahun 2002 , khususnya untuk kelompok bermain diterbitkan Buku Acuan Menu Pembelajaran Pada Kelompok Bermain. Hadirnya buku-buku tersebut memang tidak serta merta menyelesaikan masalah yang dihadapi para praktisi pendidikan usia dini di lapangan, namun setidaknya hal tersebut dapat dijadikan dasar bagi upaya menilai tindakan dan kebijakan yang selama ini diterapkan. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal"><b><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> Anak Usia Dini: Ada Apa dengannya?<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Fauzia Aswin Hadis (2003) menyebutkan bahwa berdasarkan hasil penelitian membuktikan usia dini adalah masa kritis bagi pengembangan intelektual, kepribadian dan perilaku sosial manusia, dan rangsangan-rangsangan saat itu mempunyai dampak yang lama pada diri seseorang. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan penemuan para ahli tentang perkembangan otak anak usia dini (Anonim, 1996) sebagai berikut ini:<o:p></o:p></span></div></div><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"><br clear="all" style="page-break-before: always;" /> </span> <br />
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Pertumbuhan Fisik Otak<o:p></o:p></span></div><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Pertumbuhan otak dari lahir sampai maksimum:</span> <br />
<div></div><div></div><div><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><div id="ftn1"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4113148477109327474#_ftnref1" name="_ftn1" title=""></a><b><o:p></o:p></b></div></div></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkx_WCFefWhyphenhyphenjBCKD2QHQaz3Cksh411Ou1QLgRZi3MU-J5BC9lKUBR3Un2KkWZUhWt531ULIdCd2pTKie6uVtXe6ah8sG_3WVFAbdLndLv25VU_SR5xGlpbnSYda3qWECCGWPdaGSD2_Y/s1600-h/g1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkx_WCFefWhyphenhyphenjBCKD2QHQaz3Cksh411Ou1QLgRZi3MU-J5BC9lKUBR3Un2KkWZUhWt531ULIdCd2pTKie6uVtXe6ah8sG_3WVFAbdLndLv25VU_SR5xGlpbnSYda3qWECCGWPdaGSD2_Y/s320/g1.jpg" /></a></div><div><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" /><div id="ftn1"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4113148477109327474#_ftnref1" name="_ftn1" title=""></a><b><o:p></o:p></b></div></div></div><div><meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5CToshiba%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-language:EN-US;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:2024241780;
mso-list-template-ids:-63394130;}
@list l0:level1
{mso-level-tab-stop:54.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:54.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level2
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.";
mso-level-tab-stop:57.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:57.0pt;
text-indent:-21.0pt;}
@list l0:level3
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.";
mso-level-tab-stop:72.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:72.0pt;
text-indent:-36.0pt;}
@list l0:level4
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.";
mso-level-tab-stop:72.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:72.0pt;
text-indent:-36.0pt;}
@list l0:level5
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.";
mso-level-tab-stop:90.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:90.0pt;
text-indent:-54.0pt;}
@list l0:level6
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.";
mso-level-tab-stop:90.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:90.0pt;
text-indent:-54.0pt;}
@list l0:level7
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7\.";
mso-level-tab-stop:108.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:108.0pt;
text-indent:-72.0pt;}
@list l0:level8
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7\.%8\.";
mso-level-tab-stop:108.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:108.0pt;
text-indent:-72.0pt;}
@list l0:level9
{mso-level-legal-format:yes;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7\.%8\.%9\.";
mso-level-tab-stop:126.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:126.0pt;
text-indent:-90.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
-->
</style> <br />
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Perkembangan Intelektual Otak<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Hasil Penelitian berikut ini menunjukkan perkembangan intelektual otak.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">1.1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Dr.Keith Osborn, guru besar pendidikan anak Universitas Georgia, Amerika.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">1.2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Dr.Burton L.White, mantan pimpinan proyek pra-sekolah Universitas Harvard Amerika.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">1.3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Prof.Dr. Benyamin S. Blomm, guru besar pendidikan dari Universitas Chicago, Amerika, menyebutkan bahwa perkembangan intelektual otak sebagai berikut:</span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNkHHWAuCRKCnhY2FbPzbGSSzZaIdBRSlM3xPPZT4KSr9g8qiL9GSx9UKVUmQ48DjmxB1t1Bj0CNNgse22f_pKJF71Hu9Ul8c9-VwUY8TvmRpmgct3nMLkOGndBNOXXIHejV_tYslyEw0/s1600-h/g2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgNkHHWAuCRKCnhY2FbPzbGSSzZaIdBRSlM3xPPZT4KSr9g8qiL9GSx9UKVUmQ48DjmxB1t1Bj0CNNgse22f_pKJF71Hu9Ul8c9-VwUY8TvmRpmgct3nMLkOGndBNOXXIHejV_tYslyEw0/s320/g2.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5CToshiba%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!--
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-language:EN-US;}
@page Section1
{size:612.0pt 792.0pt;
margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt;
mso-header-margin:36.0pt;
mso-footer-margin:36.0pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
-->
</style> </div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 45.35pt; text-align: justify; text-indent: -27.35pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> 2.4. Prof.Dr.Utami Munandar, pakar kreativiitas dari Indonesia menyebutkan bahwa pada usia 6 bulan kapasitas otak sudah mencapai 50% dari potensinya pada masa dewasa, dan pada usia 3 tahun sudah mencapai 80%.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 45.35pt; text-align: justify; text-indent: -27.35pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"></span></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiT6m0HijGjxwdVGRx5yCDC-jB3pxc_hVSj03EjfhRFSevws7o7ms-WQQs0jFSPoFKZ5he3CHHgNXjZtiOszBCwV05z-jnuOeLkL4PcJKUnapbOUvelIoa9sOKZRTIn_y39rQy_HduwAXY/s1600-h/g3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiT6m0HijGjxwdVGRx5yCDC-jB3pxc_hVSj03EjfhRFSevws7o7ms-WQQs0jFSPoFKZ5he3CHHgNXjZtiOszBCwV05z-jnuOeLkL4PcJKUnapbOUvelIoa9sOKZRTIn_y39rQy_HduwAXY/s320/g3.jpg" /></a></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 45.35pt; text-align: justify; text-indent: -27.35pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"><o:p></o:p></span></div> <span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"></span><br />
<div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><meta content="text/html; charset=utf-8" http-equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5CToshiba%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><o:smarttagtype name="place" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="country-region" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="City" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="State" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="date" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><style>
<!--
/* Font Definitions */
@font-face
{font-family:"Arial Unicode MS";
panose-1:2 11 6 4 2 2 2 2 2 4;
mso-font-charset:128;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1 -369098753 63 0 4129279 0;}
@font-face
{font-family:"\@Arial Unicode MS";
panose-1:2 11 6 4 2 2 2 2 2 4;
mso-font-charset:128;
mso-generic-font-family:swiss;
mso-font-pitch:variable;
mso-font-signature:-1 -369098753 63 0 4129279 0;}
/* Style Definitions */
p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal
{mso-style-parent:"";
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-language:EN-US;}
h1
{mso-style-next:Normal;
margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:center;
mso-pagination:widow-orphan;
page-break-after:avoid;
mso-outline-level:1;
font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:12.0pt;
font-family:Arial;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-font-kerning:0pt;
mso-ansi-language:FI;
mso-fareast-language:EN-US;
font-weight:bold;}
p.MsoBodyText, li.MsoBodyText, div.MsoBodyText
{margin:0cm;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:justify;
line-height:150%;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:Arial;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-fareast-language:EN-US;}
p.MsoBodyTextIndent, li.MsoBodyTextIndent, div.MsoBodyTextIndent
{margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:18.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:justify;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:12.0pt;
font-family:Arial;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
mso-fareast-language:EN-US;}
p.MsoBodyTextIndent2, li.MsoBodyTextIndent2, div.MsoBodyTextIndent2
{margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:justify;
text-indent:-36.0pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
mso-bidi-font-size:12.0pt;
font-family:Arial;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:FI;
mso-fareast-language:EN-US;}
p.MsoBodyTextIndent3, li.MsoBodyTextIndent3, div.MsoBodyTextIndent3
{margin-top:0cm;
margin-right:0cm;
margin-bottom:0cm;
margin-left:36.0pt;
margin-bottom:.0001pt;
text-align:justify;
text-indent:-36.0pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:Arial;
mso-fareast-font-family:"Times New Roman";
mso-ansi-language:EN-US;
mso-fareast-language:EN-US;}
a:link, span.MsoHyperlink
{color:blue;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed
{color:purple;
text-decoration:underline;
text-underline:single;}
p
{mso-margin-top-alt:auto;
margin-right:0cm;
mso-margin-bottom-alt:auto;
margin-left:0cm;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:12.0pt;
font-family:"Arial Unicode MS";
mso-fareast-language:EN-US;}
@page Section1
{size:459.25pt 649.2pt;
margin:2.0cm 2.0cm 3.0cm 3.0cm;
mso-header-margin:1.0cm;
mso-footer-margin:1.0cm;
mso-page-numbers:1;
mso-columns:2 even 8.5pt;
mso-paper-source:0;}
div.Section1
{page:Section1;}
/* List Definitions */
@list l0
{mso-list-id:163057846;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-1227053250 2060610300 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l0:level1
{mso-level-text:"%1\)";
mso-level-tab-stop:117.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:117.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l0:level2
{mso-level-number-format:alpha-lower;
mso-level-tab-stop:108.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:108.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l1
{mso-list-id:779909637;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:-2046269508 -1837832902 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l1:level1
{mso-level-tab-stop:36.0pt;
mso-level-number-position:left;
text-indent:-18.0pt;}
@list l2
{mso-list-id:2006127837;
mso-list-type:hybrid;
mso-list-template-ids:143261856 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;}
@list l2:level1
{mso-level-tab-stop:42.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:42.0pt;
text-indent:-18.0pt;}
@list l3
{mso-list-id:2061635905;
mso-list-template-ids:1306670542;}
@list l3:level1
{mso-level-start-at:2;
mso-level-tab-stop:33.75pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:33.75pt;
text-indent:-33.75pt;}
@list l3:level2
{mso-level-start-at:5;
mso-level-text:"%1\.%2\.";
mso-level-tab-stop:56.25pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:56.25pt;
text-indent:-33.75pt;}
@list l3:level3
{mso-level-start-at:7;
mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.";
mso-level-tab-stop:81.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:81.0pt;
text-indent:-36.0pt;}
@list l3:level4
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.";
mso-level-tab-stop:103.5pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:103.5pt;
text-indent:-36.0pt;}
@list l3:level5
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.";
mso-level-tab-stop:144.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:144.0pt;
text-indent:-54.0pt;}
@list l3:level6
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.";
mso-level-tab-stop:166.5pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:166.5pt;
text-indent:-54.0pt;}
@list l3:level7
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7\.";
mso-level-tab-stop:207.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:207.0pt;
text-indent:-72.0pt;}
@list l3:level8
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7\.%8\.";
mso-level-tab-stop:229.5pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:229.5pt;
text-indent:-72.0pt;}
@list l3:level9
{mso-level-text:"%1\.%2\.%3\.%4\.%5\.%6\.%7\.%8\.%9\.";
mso-level-tab-stop:270.0pt;
mso-level-number-position:left;
margin-left:270.0pt;
text-indent:-90.0pt;}
ol
{margin-bottom:0cm;}
ul
{margin-bottom:0cm;}
-->
</style> </div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">2.5. Gordon Drayden dan Jeannette, Ed.D dalam bukunya The Learning Revolution menyebutkan bahwa:<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">2.5.1. Otak memiliki satu triliyun sel, termasuk: (a) 100 milyar sel syaraf aktif (b) 900 milyar sel lainnya yang menempel memberi makan dan mengisolasi sel-sel aktif.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">2.5.2.Masing-masing sel dapat berhubungan dengan 20.000 cabang dari 100 milyar sel syaraf.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">2.5.3. Ada tiga bagian otak yang berbeda satu sama lainnya (a) otak insting (b) otak emosional, (c) kulit otak.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">2.5.4. Otak memiliki dua sisi yang bekerja dengan selaras: (a) Otak “Akademik”, otak bagian kiri. Tata bahasa, Logika, Daya Ingat, Angka, Analisis, Rasional, Berurutan, obyektif terkait dengan kerja belahan otak kiri. (b) Otak “Kreatif”, otak bagian kanan, atau belahan otak kanan berhubungan dengan irama, musik, intuitif, acak, hollistik, sintesa, subjektif, imajinasi, warna dan dimensi.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">2.5.5. Bekerja secepat/seperti “telephone exchange” yang mengumpulkan jutaan pesan dalam sedetik antara sisi kiri dan sisi kanan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">2.5.6. Mengontrol sistem transmisi yang memantulkan pesan-pesan elektrik-kimia dengan segera ke setiap bagian tubuh.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">2.5.7.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Memegang kunci untuk personal revolusi belajar.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">2.6. Dr. Fasli jalal, Ph.D (2004) Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda menyatakan bahwa masa usia dini merupakan periode kritis (<i>critical period</i>) dalam perkembagan anak. Dikatakan bahwa berdasarkan kajian neurologi pada saat anak lahir otak bayi memiliki lebih dari sekitar 100 milyar neuron dan sekitar satu trilyun sel gila yang berfungsi sebagai perekat serta synap (cabang-cabang neuron) yang akan membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang jumlahnya melebihi kebutuhan. Ditegaskan bahwa synap akan bekerja sampai anak usia lima-enam tahun. Banyaknya jumlah sambungan tersebut mempengartuhi pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya. Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya, terutama pengalaman yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini anak memiliki potensi luar biasa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, matematika, keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional. Pertumbuhan otak pada usia dini sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak, terutama perkembangan psikososialnya. Pasca kelahiran, kegiatan otak dipengaruhi dan tergantung pada kegiatan neuron dan cabang-cabangnya dalam membentuk bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron. Malalui persaingan alami akhirnya sambungan-sambungan yang tidak atau jarang digunakan akan mengalami <i>atrofi </i>(penyusutan). Dengan kata lain sambungan ini harus diperkuat melalui berbagai rangsangan psikososial, karena sambungan yang tidak diperkuat akan mengalami a<i>trofi</i> dan akhirnya tidak berfungsi. Inilah yang akhirnya akan mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoBodyTextIndent2" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt;"><span lang="EN-US">Pemantapan sambungan terjadi apabila neuron mendapatkan informasi yang mampu menghasilkan letupan-letupan listrik. Letupan tersebut merangsang bertambahnya produksi ”myelin” yang dihasilkan oleh zat perekat ”glial”. Semakin banyaknya zat myelin yang diproduksi maka semakin banyak dendrit-dendrit yang tumbuh, sehingga akan semakin banyak ’synapse” yang berarti lebih banyak neuron-neuron yang membentuk unit-unit. Kualitas kemampuan otak dalam menyerap dan mengolah informasi tergantung dari banyaknya neuron yang membentuk unit-unit.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Otak manusia bersifat hologram yang dapat mencatat, menyerap, menyimpan, mmproduksi, dan merekonstruksi informasi. Kemampuan otak yang dipengaruhi oleh kegiatan neuron ini tidak bersifat spontan, tetapi dipengaruhi oleh mutu dan frekuensi stimulasi yang diterima indera. Stimulasi pada tahun-tahun pertama kehidupan anak sangat mempengaruhi struktur fisik otak anak, dan hal tersebut sulit diperbaiki pada masa-masa selanjutnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Paparan di atas memberikan informasi bahwa: (1) usia dini merupakan saat yang paling berharga (emas) bagi perkembangan pada usia selanjutnya, karena itu pada masa ini seharusnya diberikan stimulasi yang tepat bagi pengembangannya, (2) Anak yang tidak mendapatkan lingkungan yang merangsang pertumbuhan otak atau tidak mendapatkan stimulasi psikososial akan mengalami penyimpangan perilaku, (3) usia dini hanya terjadi sekali dalam hidup seseorang, karena itu predikat usia emas semestinya tidak sekedar dijadikan label, tetapi ada perlakuan nyata setara dengan nilai ke-”emas”-annya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Bertolak dari informasi di atas pada tataran makro diakui bahwa pada diri anak usia dini diletakkan sebuah harapan yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa. Oleh karena itu perlu dibangun sumber daya anak (SDA) yang berkualitas melalui cara-cara yang sesuai dengan dunianya. Secara konseptual, pembangunan kualitas SDA harus mencakup semua dimensi baik fisik maupun non fisik secara totalitas. Sekalipun disadari bahwa pembentukan SDM berkualitas tidak mudah (Hadis, 2003), segenap potensi jasmani dan rohani anak diupayakan bisa berkembang secara sempurna dan dapat didayagunakan untuk melakukan berbagai kegiatan dalam rangka mencapai tujuan hidup, serta menjadi SDM yang memiliki daya lentur (<i>reciliency</i>) tinggi dalam menghadapi tantangan kehidupan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Mengingat tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan periode yang sangat kritis, maka kesalahan yang terjadi pada periode kritis akan membawa kerugian nyata pada masa depan bangsa. </span><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Produktivitas bangsa di m</span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">asa depan sangat ditentukan oleh bagaimana upaya pengembangan anak usia dini dilakukan (Syarief, 2003: 20). Dan oleh karena itu menurut Sujanto (2004) deklarasi Dakkar mengamanatkan bahwa sebenarnya kita memiliki tugas yang amat penting yakni agar bersedia melihat dan berfikir ulang secara sistematik, tentang penyelenggaraan pendidikan (khususnya pendidikan anak usia dini) sehingga pendidikan di negeri ini mampu dikembangkan menjadi instrumen untuk membekali anak-anak bangsa ini mendapatkan iklim kehidupan yang mampu menjadi <i>spring board</i> bagi masa depannya, yang jauh lebih baik dan menjanjikan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Keharusan memberikan perhatian terhadap usaha pendidikan sejak usia dini merupakan persoalan mendesak untuk ditangani. Gutama dalam Suara Pembaharuan (2002) menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisis Tim Pendidikan untuk semua (<i>Education for All</i>) mengungkapkan bahwa Indonesia pada akhir tahun 2001, lebih dari 80% dari sekitar 26 juta anak Indonesia usia 0-6 tahun belum tersentuh pendidikan usia dini. Sedangkan untuk anak usia 4-6 tahun yang berjumlah 12,6 juta, dikatakan baru sekitar 2 juta yang terlayani di <st1:place w:st="on">Taman</st1:place> Kanak-kanak (TK) dan Raudlatul Athfal (RA). Suatu jumlah yang signifikan dan merupakan sumber potensi besar jika dapat dikembangkan secara optimal, namun dapat menjadi sumber potensi kerawanan bila tidak diperhatikan (Rilantono, 2003).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoBodyText" style="line-height: normal;"><span lang="EN-US" style="font-size: 10pt;"> Perkembangan TK dalam 10 tahun terakhir dinilai Supriadi (2002) sangat lambat. Dikatakan bahwa jumlah anak usia TK (yaitu 4-6 tahun) sekitar 13,5 juta anak, yang berarti Angka Partisipasi Kasar (APK) baru 11,9%. Dengan demikian dari setiap 100 anak usia 4-6 tahun hanya ada satu anak yang berada di TK. Pelaksanaan pendidikan anak usia dini di <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region> baru menjangkau sebagian kecil masyarakat. Terbatasnya layanan pendidikan anak usia dini dalam Naskah Pendidikan Nasional (2001) disebutkan bahwa layanan pemerintah baru menampung 1% anak usia 0-5 tahun melalui Penitipan Anak, dan 12,65% anak usia 5-6 tahun melalui TK, serta 0,24% melalui Kelompok Bermain. Data lain dalam sumber yang sama dinyatakan bahwa masih terdapat 11.298.070 anak usia 4-6 tahun yang perlu diberi layanan pendidikan prasekolah dalam rangka kesinambungan peningkatan kualitas SDM. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoBodyText" style="line-height: normal; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-size: 10pt;">Ragam kemunculan PAUD yang ada sekarang ini menunjukkan adanya kepedulian masyarakat terhadap pendidikan usia dini. Karena itu kepedulian masyarakat tersebut harus difasilitasi sebagaimana diamanatkan oleh butir keenam deklarasi Dakkar, yaitu memperbaiki semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin keunggulannya, sehingga hasil-hasil belajar yang diakui dan terukur dapat diraih oleh semua orang,… (Sujanto, 2004) sehingga perkembangannya dapat memberikan kontribusi positif bagi terwujudnya misi pendidikan, yaitu dijabarkan berikut ini.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoBodyTextIndent3" style="margin-left: 27pt; text-indent: -27pt;"><span lang="EN-US" style="font-size: 10pt;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-size: 10pt;">Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Meningkatkan kesiapan input dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral agama, penguasaan ilmu pengetahuan dan keterampilan hidup;<o:p></o:p></span></div><div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Meningkatkan profesionalitas dan akuntabilitas lembaga pendi-dikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampil-an, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global;<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 27pt; text-align: justify; text-indent: -27pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">5.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi daerah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (Depdiknas, 2002).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 24pt; text-align: justify;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> Selaras dengan paparan urgensi pendidikan anak usia dini di atas, dalam Bab 1 Naskah Akademik Pendidikan Nasional (2001) disebutkan bahwa pendidikan nasional menghadapi tantangan berat yang meliputi persoalan-persoalan yang terkait dengan pemerataan, mutu, <i>relevansi </i>dan <i>efisiensi</i>. Tantangan-tantangan tersebut dapat dijadikan<i> trigger</i> bagi upaya-upaya signifikan bagi peningkatan kualitas layanan yang sesuai dengan hakikat pendidikan pada setiap tingkatan dan jenis pendidikan. Salah satu upaya dimaksud tertuju pada terwujudnya mutu, efisiensi dan relevansi proses pendidikan yang sesuai dengan hakikat pendidikan anak usia dini melalui pengkajian terhadap upaya-upaya pengembangan potensi anak melalui berbagai aktivitas yang ditawarkan pada setiap <i>setting</i> pendidikan anak usia dini. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoBodyText" style="line-height: normal;"><b><span lang="FI" style="font-size: 10pt;">Pengembangan Potensi Anak Usia Dini <o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoBodyText" style="line-height: normal;"><span lang="FI" style="font-size: 10pt;"> Hakikat pendidikan anak usia dini pada dasarnya merujuk pada sistem pendekatan pembelajaran yang harus dilaksanakan, yang memuat prinsip-prinsip: 1) Pembelajaran berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak. 2) Berorientasi pada kebutuhan anak. 3) Bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. 4) Menggunakan pendekatan tematik. 5) Kreatif dan inovatif. 6) Lingkungan kondusif, dan 7) Mengembangkan kecakapan hidup (Depdiknas, 2003).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Upaya mewujudkan <u>pendidikan usia dini secara benar</u> dengan prinsip-prinsip disebut di atas dapat diawali dengan mengambil pelajaran dari permasalahan pendidikan pada jenjang <u>pendidikan dasar</u> <u>dan menengah</u>, bahwasanya tekanan dalam proses pembelajaran terlalu banyak diberikan pada aspek akademik/intelektual. Banyak di antara informasi hanya bersifat hafalan dan menimbulkan perasaan tidak senang pada diri anak. Pengalaman yang tidak menyenangkan dalam pendidikan dinyatakan juga oleh Khomsan dalam Kompas (2003) bahwa berangkat ke sekolah bagi anak Indonesia mungkin ibarat bertempur melawan stress, sehingga timbul rasa enggan karena dari hari ke hari terlalu banyak informasi yang dijejalkan di kepalanya. Akibatnya banyak orang tua yang bingung menghadapi perubahan sikap anaknya yang tiba-tiba mogok tidak mau sekolah dengan berbagai alasan, mulai dari sakit perut, sakit kepala, dsb. (</span><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"><a href="mailto:www@web2mail.com,"><span lang="FI">www@web2mail.com,</span></a></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> 2003). Program untuk anak usia dini yang terlalu menitik beratkan pada keberhasilan akademik (calistung) dengan metode instruksi dari guru hanya akan berhasil untuk jangka pendek, namun cenderung kurang mendukung keberhasilan anak baik di sekolah maupun kehidupan selanjutnya (Andriana, 2003).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Pelajaran yang bisa diambil dari paparan di atas bagi PAUD adalah bahwa stimulasi yang hanya menekankan aspek akademik saja adalah salah. “Sekolah dan pelajaran “ pada jenjang PAUD senyatanya perlu dibuat menyenangkan bagi anak, sehingga pada diri anak tumbuh rasa rindu terus menerus untuk datang ke “sekolah” untuk menggeluti kegiatan “belajar”. Hasil “belajar” yang diharapkan dapat dicapai dari proses pendidikan anak usia dini bukan terletak pada anak yang segera dapat membaca, menulis dan berhitung. Tetapi yang lebih penting dari itu ialah upaya mewujudkan tumbuh kembangnya minat anak untuk belajar serta dimilikinya keterampilan dasar yang dibutuhkan untuk kesiapan memenuhi tugas-tugas pada jenjang pendidikan sekolah dasar sesuai dengan potensi yang dimiliki masing-masing anak terkait dengan, hal-hal berikut ini.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">a.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Kemandirian, dalam hal ini misalnya anak sebenarnya relatif cukup mampu mengurus diri sendiri, seperti mengenakan pakaian sendiri, membawa perlengkapan sekolah, pergi ke toilet, dan ingat barang miliknya. Secara emosional, ia mampu berada jauh dari orang tuanya dan berada sendiri tanpa orang tua di antara orang-orang yang baru ia kenal.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">b.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Keterampilan sosial, adalah bagaimana anak mau berkenalan dengan orang baru, tidak canggung menyesuaikan diri dalam lingkungan social yang baru, mampu berbagi, bersedia mematuhi perintah dan melakukan suruhan guru, dan mampu bertindak mengatasi masalah sehari-hari sesuai norma.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">c.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Keterampilan berbahasa, ialah bagaimana anak mampu memahami perintah atau materi yang disampaikan secara verbal, mampu menyampaikan isi pikiran dan perasaan secara lancer, kosa kata cukup luas, dan dapat menceriterakan kembali hal-hal yang dialami.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">d.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Mengenal identitas diri dan keluarga. Minimal anak mengetahui nama, tanggal lahir, alamat, orang tua, nomor telepon.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">e.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Koordinasi motorik kasar, yaitu tentang keseimbangan yang baik, dapat berlari, melompat, dan mengayunkan tangan.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">f.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Koordinasi motorik haus, yaitu dapat menggunakan alat tulis dengan benar, dapat menggambar, mewarnai, dan menulis namanya sendiri.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">g.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Konsentrasi. Anak harus mampu bertahan menekuni tugasnya minimal 20 menit.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">h.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Kendali diri. Anak harus mampu menunda pemenuhan atau pelaksanaan keinginan sampai waktu yang tepat, mengikuti aturan, dan mampu menghadapiu frustasi.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">i.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Memahami konsep dasar, seperi keruangan (misalnya atas-bawah; kiri-kanan; depan-belakang); waktu (sekarang, kemarin, besok, sebelum, sesudah); ukuran (tinggi-pendek, tebal-tipis, besar-kecil), jumlah (minimal dapat menjumlhkan sampai lima denganbenda kongkrit), dan warna.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">j.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Mengenali perasaan sendiri dan mampu berempati. Anak mampu memberitahukan dan mengekspresikan perasaan senang, sedih, sakit, dan lainnya serta mampu mengenali dan ikut merasakan perasaan anak lain berdasarkan observasi terhadap tingkah laku mereka.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Proses pendidikan pada jenjang prasekolah terarah pada pengembangan potensi anak yang merupakan suatu kepemilikan yang sifatnya<i> inhern/</i>dibawa sejak lahir (<i>nature</i>). Oleh karena keadaannya masih bersifat potensi, maka aktualisasi dari potensi di maksud dalam prosesnya masih membutuhkan sentuhan empirik (<i>nurture</i>). Oleh karena itu adalah penting untuk memberikan perhatian terhadap proses belajar dan usaha anak, tidak hanya pada hasil yang dicapai anak. Sesuai dengan Menu Pembelajaran Generik dari Direktorat PAUD potensi anak yang dikembangkan mengacu pada pendapat Gardner (1993), bahwasanya pada setiap individu memiliki kecerdasan jamak (<i>multiple intelligence</i>), yaitu: kecerdasan linguistik, kecerdasan logika-matematik, kecerdasan visual-spasial, kecerdasan musikal, kecerdasan kinestetik, kecerdasan naturalis, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan spiritual.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Pendapat Gardner tersebut memiliki implikasi logis, bahwasannya berdasarkan prinsip <i>individual differences</i>, pada setiap individu dimungkinkan memiliki salah satu keunggulan dan bahkan lebih atas potensinya yang dibawa sejak lahir. Konsekuensinya dalam praktik adalah menantang guru untuk dapat mengemas bahan dan cara stimulasi secara kreatif dan inovatif sesuai dengan ragam potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak. Pendapat ini sekaligus menggeser paradigma lama yakni tentang konsep kualitas kecerdasan atau inteligensi (IQ), bahwasanya kesuksesan yang dapat diraih seseorang dengan tingkat inteligensi rata-rata normal secara konseptual diyakini tidak akan mampu melampaui kesuksesan orang lain yang memiliki tingkat inteligensi lebih tinggi darinya. Tetapi secara empirik didapati kenyataan yang berbeda seperti dinyatakan oleh Tim Dokter Mediros (2003) tentang keluhan Ny.Wijaya, Bekasi, dan Ny.Tresno, Yogyakarta yang merasa heran tentang nilai-nilai sekolah anak mereka yang tidak sesuai dengan taraf kecerdasannya, yaitu 129 (superior). Menurut Pertiwi, dkk. (1997) faktor IQ dianggap hanya menyumbang 20% pada kondisi masa depan Dengan demikian IQ bukan segala-galanya, kenyataan hidup beserta tantangan dan persoalan hidup sehari-hari tidak cukup diatasi dengan kemampuan berbahasa atau kemampuan mengolah angka sebagaimana tercermin dalam tes inteligensi.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Ragam kecerdasan yang dimiliki anak pengembangannya memerlukan cara-cara yang dilaksanakan sesuai dengan kepentingan/dunia anak, yaitu dunia bermain, dengan dasar berulang, bertahap dan terpadu berdasarkan prinsip <i>the best interest of the child</i>. Bermain adalah pekerjaan anak (<i>play is a child’s work</i>). Ada kesepakatan para ahli perkembangan anak sebagaimana dikutip Kartini-preschool (2003) yang mengatakan:”<i>that play is crucial not only to physical growth but to the child’s intellectual, social, and emotional growth</i>”. </span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Sebuah kutipan dari buku “<i>A Perfect Education”</i> oleh Kenneth Eble’s (Kartini Preschool, 2003) menandaskan bahwa: ”<i>Play is the way all children learn the majority of their preschool lessons. It trains the muscles and senses. It refines judgements. It involves the individual in society. It shapes dreams and presents realities. It is unencumbered by formal structures. Yet it has its orderings and its disciplines.</i> Dengan bermain <i>learning happens naturally</i>. Bermain membawa kesenangan dan kesenangan menimbulkan kegairahan. Saat anak dalam kondisi senang, apapun akan efektif diberikan kepadanya. Frobel dalam Wiryasumarta (2003) mengatakan, pelajaran yang diberikan lewat permainan akan lebih menarik dan menyenangkan hati anak sehingga hasilnya akan lebih baik. Dengan bermain mereka belajar banyak hal sebagai persiapan untuk bergaul dalam lingkungannya dan untukn memasuki pendidikan sekolah dasar. Piaget dalam Wiryasumarta (2003) mengartikan bermain sebagai kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan. Bila kegiatan belajar dilakukan dalam suasana bermain, anak akan lebih menikmati dan senang hatinya, tidak merasa terpaksa. Dengan demikian anak terdorong dan bersemangat untuk belajar. Sekaitan dengan itu Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Indra Jati Sidi (1999) mengeluarkan aturan yang menegaskan bahwa cara terbaik untuk membentuk dan mengembangkan kemampuan anak adalah melalui permainan. Bermain mengandung rasa senang dan tanpa paksaan, serta lebih mementingkan proses daripada hasil akhir. Oleh karena itu tindak stimulasi kreatif dan inovatif guru sangat dibutuhkan untuk dapat mengemas “bahan ajar” dan faktor-faktor pendukung kegiatan “belajar” bagi pengembangan kecerdasan jamak dalam bentuk aktivitas bermain. Aktivitas bermain sebagai bentuk “pembelajaran” idealnya dapat memenuhi karakteristik permainan sebagaimana pendapat Hughes (1999), yaitu: (1) meningkatkan motivasi, (2) merupakan pilihan bebas (dipilih sendiri oleh anak tanpa paksaan), (3) bersifat non-linier, (4) menyenangkan, dan (5) pelaku (anak) terlibat secara aktif. Dengan kata lain bila salah satu dari kriteria bermain tidak terpenuhi, misalnya guru mendominasi kelas, maka “pembelajaran” itu bukan lagi melalui bermain.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Ragam permainan yang bisa dipergunakan untuk mengemas bahan ajar pada pendidikan anak usia dini di antaranya dikemukakan oleh Wiryasumarta (2003), berikut ini:<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Permainan aktif. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoBodyTextIndent"><span lang="EN-US">Permainan ini berupa kegiatan seperti berlari, melompat-lompat, meluncur, naik dan turun tangga, meniti balok, bermain ayunan, bermain bola dan semisalnya.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Permainan konstruktif. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoBodyTextIndent"><span lang="EN-US">Permainan ini dilakukan dengan teknik membangun seperti menyusun balok-balok kayu, membuat rumah-rumahan, bermain puzzle dsb.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Permainan kreatif. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoBodyTextIndent"><span lang="EN-US">Permainan ini dilakukan untuk mengebangkan daya cipta anak anatara lain menggambar dengan tinta warna/cat air/crayon, menggunting, menempel, mencocok, membentuk sesuatu dari lempung/playdough, melipat kertas dsb.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">4.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Permainan imajinatif. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoBodyTextIndent"><span lang="EN-US">Permainan ini melatih anak-anak untuk memainkan peran tertentu yang dikagumi, seperti ayah, ibu, dokter, tentara, polisi dll.</span></div><div class="MsoBodyTextIndent"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Penerapan ragam bentuk-bentuk permainan tersebut di atas perlu diperkaya, dikembangkan oleh guru sesuai dengan karakteristik permainan yang oleh Fromberg dalam Dockett dan Fleer (1999) dikatakan bahwa permainan itu: <i>symbolic, meaningful, active, pleasurable, voluntary, rule-governed, </i>dan<i> episodic</i>, sehingga dapat mencegah kebosanan anak. Permainan dapat bermacam-macam bentuknya, akan tetapi inti dari semua permainan adalah kesenangan (<i>pleasure</i>). Perry, Hogan dan Marlin (2000) secara tegas mengatakan:”<i>If it isn’t fun, it isn’t play</i>”. Mereka mencontohkan bentuk-bentuk permainan seperti permainan dengan menggunakan tubuh (misalnya membentuk bangunan dengan balok-balok), dengan pikiran (misalnya permainan fantasi), dengan menggunakan kata-kata (misalnya <i>humor, wit, jokes</i>), dengan menggunakan alat-alat penyangga (misalnya, balok, boneka), yang semuanya akan berkembang secara alamiah. Dalam permainan-permainan itu guru dapat mengajukan pertanyaan tebuka-tertutup kepada anak yang dapat menstimulasi pikiran anak-anak, seperti:”<i>What do you think would happen if you tried ...?</i>” Dapat juga guru mengembangkan kosa kata dengan mendeskripsikan apa yang dilakukan anak, seperti<i>:”I see you used lots of colors – red, green, blue and brown</i> (NAEYC: 2003).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Perlakuan pendidikan terhadap anak usia dini yang benar di berbagai <i>setting</i> diyakini akan mampu meningkatkan kontribusi positif bagi terwujudnya fondasi kokoh dalam mewujudkan SDM Indonesia yang berkualitas di masa depan. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 36pt;"><br />
</div><h1><span lang="SV">Daftar Pustaka<o:p></o:p></span></h1><div class="MsoNormal"><br />
</div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Andriana, E. dkk.(2003). <i>Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis Aktivitas</i>. Dalam Buku Perilaku Anak Usia Dini. Yogyakarta: Kanisius. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Anonim (1996). <i>Bagaimana Peran Orang Tua dalam Mempersiapkan dan Membantu Meningkatkan Intelektualitas Anak Melalui Cinta Baca Sejak Dini</i>. PT Tiga Raksa Optima.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Bab 1 Naskah Pendidikan Nasional. (2001). [On line]. Tersedia dalam http:www.edform.net/Indonesian/bab1.shtml. (19-06-03).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="SV" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Balitbang Dikbud. (2001). <i>Kurikulum Tman Kanak-Kanak</i>. Jakarta: Depdikbud.Dockett, S. dan Fleer, M. (1999. </span><i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Play and Pedagogy in Early Childhood. Bending the Rules.</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> <st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">London</st1:place></st1:city>: Harcourt.Gardner, H. (1993). <i>Multiple Intelligence – The Theory in Practice</i>. <st1:state w:st="on"><st1:place w:st="on">New York</st1:place></st1:state>:Harper Collins.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">General Daily Schedule “<i>Free Play” Period</i> .(2003). [On line]. Tersedia dalam <a href="http://www.kartini-preschool.or.id/freeplay.html">http://www.kartini-preschool.or.id/freeplay.html</a>. (<st1:date day="21" month="6" w:st="on" year="2003">21-06-03</st1:date>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Hadis, FA. (2003). <i>Perkembangan Anak Dalam Perspektif Pendidikan Anak Dini Usia</i>. Buletin Padu. Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. Vol.2 No.1 April 2003.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Hughes, FP. (1999). <i>Children, Play, and Development</i>. <st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">London</st1:place></st1:city>: Allyn & Bacon.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Isdriani, P. (2001). <i>Pendidikan dan Bayang-bayang Pedagogi Hitam</i>. [On line]. Tersedia dalam: <a href="http://www.kompas.com/kompas-cetak/0104/09/dikbud/pend09.htm">http://www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0104/09/dikbud/pend09.htm</a> (<st1:date day="21" month="6" w:st="on" year="2003">21-06-03</st1:date>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="NO-BOK" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Jalal, F. (2004). <i>Pendidikan, Input Tumbuh Kembang Anak.</i> </span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">[On line]. Tersedia dalam </span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"><a href="http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0902/09/teropong/lain01.htm"><span lang="EN-US">http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0902/09/teropong/lain01.htm</span></a></span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> (<st1:date day="4" month="1" w:st="on" year="2004">01-04-04</st1:date>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Gutama. (2003). <i>80 Persen Anak Belum Tersentuh Pendidikan Usia Dini</i>. [On line]. Tersedia dalam: <a href="http://www.suarapembaharuan.com/News/2002/10/18/Kesra/kes01.htm">http://www.suarapembaharuan.com/News/2002/10/18/Kesra/kes01.htm</a>. (<st1:date day="26" month="5" w:st="on" year="2003">26-05-03</st1:date>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Kartadinata, S. (2003<i>). Konseptualisasi Pendidikan Anak Dini Usia Di Indonesia</i>. Makalah Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan Anak Dini Usia. Tanggal 10-12 September 2003 di Universitas Pendidikan <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Khomsan, A. (2003). <i>Menuju SDM Berkualitas Perbaikan Mutu Kesehatan dan Pendidikan Anak Sekolah</i>. Kompas <st1:date day="12" month="4" w:st="on" year="2003">12 April 2003</st1:date>. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Kontos, S. Herzog, AW. (2003).<i>Teacher Preparation and Teacher-Child Intervention in Preschools</i>. </span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">[On line]. Tersedia dalam: <a href="http://ericeece.org/pubs/digest/2002/k%20kontos02.html">http://ericeece.org/pubs/digest/2002/k kontos02.html</a>.<i><o:p></o:p></i></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Moeliono, A. (2003). </span><i><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Jangan Dewakan IQ Pada Anak Usia Dini</span></i><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">. </span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">[On line]. Tersedia dalam: http/www.kompas.com/kompas-cetak/0301/27/dikbud/97992.htm (<st1:date day="27" month="5" w:st="on" year="2003">27-05-03</st1:date>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Mulyadi, S. (2001). <i>Pengantar</i> dalam Buku Smart Start. Panduan Lengkap Pendidikan Pra Sekolah Balita Anda. Maria Edelman Borden. Penterjemah: Ary Nilandari. <st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">Bandung</st1:place></st1:city>: KAIFA.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">NAEYC. (2000). <i>Preschool – Academics or Play?</i> [On line]. Tersedia dalam:http://www.naeyc.org/ (<st1:date day="23" month="2" w:st="on" year="2004">23-02-04</st1:date>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Oliva, FF. (1992). <i>Developing The Curriculum.</i> <st1:state w:st="on"><st1:place w:st="on">New York</st1:place></st1:state>: Harper Collins Publishers Inc.Perry, BD., Hogan, L., Marlin SJ. (2000). <i>Curiosity, Plleasure, and Play</i>. [On line]. Tersedia dalam: <a href="http://www.childtrauma.org/">http://www.childtrauma.org/</a> (<st1:date day="23" month="2" w:st="on" year="2004">23-02-04</st1:date>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Print, M. (1993). <i>Curriculum Develpment And Design</i>. <st1:country-region w:st="on"><st1:place w:st="on">Australia</st1:place></st1:country-region>: Allen & Unwin Pty.Ltd.St.Leonard.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Redaktur PAUD (2003). <i>Dari Redaksi</i>. Buletin.Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia. Edisi Perdana. <st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">Jakarta</st1:place></st1:city>: Pusat Statistik Pendidikan, Balitbang Diknas.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Rilantono, L. (2003). <i>Pendidikan Anak Usia Dini Perlu Ditangani Secara Menyeluruh</i>. [On line]. Tersedia dalam: http//www.kompas.com/kompas-cetak/ 0301 / 06/ dikbud/71084.htm (<st1:date day="16" month="6" w:st="on" year="2003">16-06-03</st1:date>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Santoso, S. (2003). <i>Wajib Belajar Mestinya Mulai dari TK</i>. </span><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">[On line]. Tersedia dalam: <a href="http://zkarnain.tripod.com/DIKBUD-02.HTM">http://zkarnain.tripod.com/DIKBUD-02.HTM</a> (<st1:date day="19" month="6" w:st="on" year="2003">19-06-03</st1:date>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Sidi, I Dj. (1999). <i>Gelisah Dijejali 3M. Pelajaran Membaca. Menulis, dan Menghitung di taman kanak-kanak perlu dibenahi. </i></span><i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Tak boleh membebani anak</span></i><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">. [On line]. Tersedia dalam: http/www.gataranews.net/VI/5/PDKI-5.html (<st1:date day="21" month="6" w:st="on" year="2003">21-06-03</st1:date>).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Soendjojo, RP. (2003). <i>Pendidikan Anak Dini Usia Hak Semua Anak</i>. </span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Buletin PAUD Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia Edisi Perdana.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Sujanto. (2004) <i>Wajah Pendidikan Kita masih Kelam. Surat Terbuka buat Capres.</i> (Suara Merdeka, Selasa, 27 Juli 2004.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Sujudi. A. (2003). <i>Mengupayakan Lingkungan Sehat Bagi Anak Indonesia</i>. Dalam Kompas 10 April 2003, halaman 9.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Sukiman. (2004). <i>Studi Pendahuluan Disertasi Stimulasi Perkembangan Anak Usia Dini Di Berbagai Setting Kelompok Bermain dan Kesesuaiannya Dengan Hakikat Pendidikan Anak Usia Dini</i>. Bandung: UPI (Tidak diterbitkan).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Supriadi, D. (2002). <i>Isu-Isu Tentang Pendidikan Anak Usia Dini (Di Indonesia).</i> Makalah Dies Natalis ke-48 Universitas Pendidikan Indonesia.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Syarief,H. (2003). <i>Pengembangan Anak Dini Usia: Memerlukan Keutuhan.</i> Buletin PAUD Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia Edisi Perdana.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Tim Dokter Mediros. (2002). <i>IQ Tinggi Bukan Jaminan</i>. [On line]. Tersediadalam<a href="http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2002/01/4/kes02.html">http://www.sinarharapan.co.id/iptek/kesehatan/2002/01/4/kes02.html</a> (13-7-03).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Wiryasumarta, Y. dkk. (2003). <i>Pentingnya Pendidikan di TK</i>. Dalam Buku Perilaku Anak Usia Dini. Yogyakarta: Kanisius.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"><a href="mailto:www@web2mail.com,"><span lang="FI">www@web2mail.com,</span></a></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"> (2003, 28 Mei). <i>Belajar Lebih Penting daripada Bermain?</i> E-mail kepada Sukiman (</span><span lang="EN-US" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;"><a href="mailto:mas_uki@telkom.net"><span lang="FI">mas_uki@telkom.net</span></a></span><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI" style="font-family: Arial; font-size: 10pt;">Yufiarti. (2003). <i>Karin Vilien tentang: Pembelajaran di Taman Kanak-Kanak Indonesia</i>. Buletin PADU Jurnal Ilmiah Anak Dini Usia Edisi Perdana.<o:p></o:p></span></div><br />
<div id="ftn1"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4113148477109327474#_ftnref1" name="_ftn1" title=""></a><b><o:p></o:p></b></div></div></div>UKIhttp://www.blogger.com/profile/01137209992661153292noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4113148477109327474.post-8331934194233099372010-03-18T20:07:00.000-07:002010-03-22T16:22:33.537-07:00PTK BKPENGUBAHAN OFF-TASK BEHAVIOR KE ON-TASK BEHAVIOR SISWA MELALAUI PENERAPAN BIMBINGAN BERBASIS EKOLOGI<br />
Oleh:<br />
Sukiman<br />
Abstrak<br />
This classroom action research was held in the sixth of State Elementary School to solve the bad achievement of mathematics. There is a tendency that students’ act are included in Off-Task Behavior during mathematics lesson. The goals of this research are to reduce Off-Task Behavior to a new one by giving ecology guidance basis. By this, is assumed mathematics achievement can be risen through the collaboration activity between lecturer and teacher researchers in the learning mathematics lesson process. The last average result in odd semester is 44.46 has risen to 81.0 in even semester and become 73.8 in final examination.<br />
Key words: Modification, Off-Task Behavior – On-Task Behavior, Ecology Guidance<br />
<br />
Latar Belakang<br />
Berdasarkan cara pembelajaran klasik (Pembukaan-Inti-Penutup), pada ulangan semester gasal pada lima bidang studi UANAS di SD 02 Barongan Kudus, diperoleh hasil dengan nilai tertinggi/terendah: 1) PPKn = 90/60. 2) Bahasa Indonesia = 93/59. 3) Matematika = 92/17. 4) IPA = 93/ 43. 5) IPS = 97/ 43.<br />
Hasil ulangan semester gasal dari ke lima mata pelajaran di atas dari nilai rata-ratanya diketahui tingkat daya serap alih-alih mata pelajaran dari yang kurang dipahami sampai dengan yang dipahami secara tuntas oleh pebelajar secara urut adalah: 1) Matematika (44,46). 2) IPS <br />
(69). 3) Bahasa Indonesia (75,06). 4) IPA (79,53) dan 5) PPKn (79,8).<br />
Data disebut di atas menempatkan mata pelajaran matematika sebagai mata pelajaran yang paling rendah diserap oleh pebelajar. Di sisi lain data hasil angket diketahui bahwa sebe<br />
narnya mata pelajaran matematika mendapat porsi perhatian yang lebih dari anak (55%). Dan 60% anak menyatakan senang pada mata pelajaran matematika, dan anak yang secara eksplisit menyatakan tidak senang pada mata pelajaran matematika sebanyak 25%, serta 85% orang tua terlibat dalam membantu belajar matematika di rumah. Secara kualitatif hasil belajar disebut di atas, kecuali mata pelajaran PPKn, didapati adanya anak yang mengalami kesulitan belajar sebagaimana ditunjukkan pada nilai-nilai terendah yang diperoleh pebelajar: 2) Bahasa Indonesia (59); Matematika (17); IPA (43); <br />
dan IPS (43).<br />
<a name='more'></a>Berdasarkan kenyataan tersebut di atas diyakini ada hal-hal yang mengh<br />
ambat proses belajar-mengajar, khususnya pada matapelajaran Matematika, IPA dan IPS, dan/atau ada faktor-faktor yang belum diberdayakan guna menunjang proses belajar-mengajar pada umumnya. Mengingat tahun ajaran segera berakhir maka pada semester genap tersebut diperlukan tindakan nyata dan segera untuk menyelesaikan permalasahan ini adalah penting. Tindakan nyata dan segera dipilih bersifat rasional dan feasible, serta berdasarkan kriteria yang banyak sumber pendukung dan<br />
sedikit faktor penghambatnya. Bertolak dari hasil wawancara dengan guru kelas diperoleh inform<br />
asi bahwa ada kecenderungan anak bertingkah laku dalam kategori Off-Task Behavior selama terlibat dalam proses belajar-mengajar matematika yang dilaksanakan guru dengan menerapkan model pendekatan klasik. Suatu nuansa penyajian materi pelajaran yang lebih tertuju pada masalah teknik penyelesaian target kurikulum, sementara faktor non-teknik belum mendapat perhatian secara proporsional. Faktor non-teknik di maksud adalah iklim kelas dan lingkungan (ekologi) yang mendukung proses<br />
belajar-mengajar. Padahal secara profesional, kemampuan seorang guru tidak sebatas <br />
kemampuan menyampaikan bahan ajar sebagai informasi satu arah kepada siwa, melainkan kemampuan untuk memacu agar pebelajar. Faktor-faktor inilah yang diprediksi sebagai akar permasalahan hasil belajar tidak maksimal. Dengan kata lain faktor ekologis yang membantu kelancaran proses belajar-mengajar perlu diciptakan sehingga aktualisasi tingkah laku Off-Task Behavior dapat diubah menjadi On-Task Behavior. Dan untuk itu disain dan strategi pembelajaran yang sampai sekarang diterapkan perlu diperbaharui guna mengembangkan tingkah laku baru (On-Task Behavior) dalam proses belajar-mengaj<br />
ar matematika.<br />
Paparan di atas menyiratkan adanya permasalahan dalam pembela<br />
jaran matematika dan upaya pemecahan masalah, yang dalam PTK ini dapat dirumuskan bahwa:”Tingkah laku kategori Off-Task Behavior dapat diubah menjadi On-Task Behavior melalui penerapan bimbingan berbasis ekologi.” Secara lebih rinci masalah dan upaya pemecahannya dalam PTK ini dapat ditelaah melalui pertanyaan penelitian berikut ini.<br />
a. Dapatkah perilaku Off-Task Behavior direduksi melalui bimbingan ekologis dalam proses pembelajaran?<br />
b. Apakah perilaku On-Task Behavior dalam proses pembelajaran dapat diaktualisasikan keberadaannya melalui bimbingan berbasis ekologis?<br />
c. Apakah perilaku Apakah perilaku On-Task Behavior memberikan kontribusi positif terhadap peningkatan prestasi pebelajar dalam belajar?<br />
Ada suatu pemahaman yang telah terterima umum bahwa kesuksesan belajar pebelajar ditentukan oleh banyak faktor baik dari dalam diri pebelajar maupun dari luar diri pebelajar. Faktor dari dalam diri pebelajar di antaranya terkait dengan tingkah laku. Ada beberapa masalah tingkah laku pebelajar dalam proses belajar di kelas. Tingkah laku pebelajar dalam situasi belajar di kelas ada yang tidak dikehendaki kemunculannya, yaitu tingkah laku yang disebut Off-Task Behavior (O-TB). Beberapa variabel label diberikan oleh para pakar untuk menggambarkan O-TB pebelajar di kelas, di antaranya tingkah laku impulsive (impulsiveness), tidak memperhatikan (inattention), tidak menyelesaikan tugas (noncompletation of task), meninggalkan tempat duduk (out of seat), berbicara tanpa permisi (talking without permission), tidak mempunyai motivasi belajar (unmotivated to learn), tidak siap mengikuti kegiatan di kelas (unprepared for class) (Sparzo & Poteet, 1989); dan mengganggu (disruptive). O-TB oleh Axelrood (1983) dalam Naharia (2001) disimpulkan sebagai masalah yang dihadapi guru setiap hari dari waktu ke waktu hingga sekarang adalah sama, dan oleh karena itu tugas guru untuk mengajarkan keterampilan sosial dan mereduksi tingkah laku disruptif tersebut. Tugas guru ini karenanya menjadi penting, sebab jika O-TB secara ajeg dan terus menerus dilakukan pebelajar pada proses belajar-mengajar dapat berimplikasi pada kegagalan akademik (Sparzo & Poteet, 1989), seperti rendahnya prestasi pebelajar terhadap pelajaran, tinggal kelas dan bahkan tidak lulus dalam ujian akhir. Dengan kata lain tugas guru dalam hal ini adalah mengubah tingkah laku pebelajar dari Off-Task Behavior menjadi On-Task Behavior.<br />
Menurut pandangan Behaviorist Off-Task Behavior merupakan hasil belajar dari lingkungannya, dan oleh karena itu pengubahannya menjadi On-Task Behavior diyakini dapat diupayakan melalui belajar dari lingkungan juga. Dalam hal ini melalui penstrukturan lingkungan belajar oleh guru, karena menurut Sparzo & Pottet (1989) ditegaskan bahwa: ”Classroom learning may be defined as a change in student behavior resulting from condition arranged by a teacher.”<br />
Berdasarkan paparan di atas guru dalam proses belajar-mengajar di samping harus memperhatikan isi, adalah penting juga memperhatikan lingkungan belajar. Dengan kata lain guru harus mengorkrestasi kesuksesan belajar pebelajar melalui isi dan konteks. Berdasarkan pengamatan empiris pengorkrestasian isi sudah merupakan kebiasaan guru dalam kesehariannya, namun untuk pengorkrestasian konteks, dalam hal ini tindakan merekayasa lingkungan nampak belum merupakan kecenderungan untuk biasa dilakukan. Karena rekayasa lingkungan belajar berkontribusi bagi keberhasilan/kegagalan proses belajar-mengajar maka tidak boleh tidak, hal itu harus dilakukan sekarang.<br />
Metode Penelitian<br />
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini diterapkan pada pebelajar Kelas VI SD 02 Barongan UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Kota Kabupaten Kudus dalam mempelajari mata pelajaran Matematika, dengan disain penelitian sebagai berikut:<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdWSP3ogscXB5BS9956tt7KdhD_S1Pp-K_wJUZVHggSfpYe0Zl-hXORaXbLWjAEO6Tvz59zihQSQIvZqCJrjlR-QMYefqFu6UfrEvy4VoSNPPjm0yv_PXpsOQxbMYGQ9zTwLhz_Iluc-M/s1600-h/ptk.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5450177841966444546" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhdWSP3ogscXB5BS9956tt7KdhD_S1Pp-K_wJUZVHggSfpYe0Zl-hXORaXbLWjAEO6Tvz59zihQSQIvZqCJrjlR-QMYefqFu6UfrEvy4VoSNPPjm0yv_PXpsOQxbMYGQ9zTwLhz_Iluc-M/s320/ptk.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 220px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 320px;" /></a><br />
<br />
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus pembelajaran, sebagai berikut ini.<br />
Siklus I:<br />
Pelaksanaan PTK berlangsung sesuai dengan alokasi waktu mata pelajaran Matematika = 8 jam pelajaran/minggu @ 40 menit. PTK ini dilakukan pada semester genap. Siklus I berlangsung pada bulan Pebruari, Maret dan awal April. Secara riil pelajaran matematika pada siklus I dilaksanakan sebanyak 33 kali pertemuan. Kegiatan PTK dirancang ke arah penyelesaian akar permasalahan yang dihadapi guru peneliti yaitu bentuk Off-Task Behavior pebelajar dalam proses belajar-mengajar yang mengakibatkan prestasi belajar matematika rendah. Penyelesaian masalah ditempuh melalui pengubahan Off-Task Behavior menjadi On-Task Behavior melalui penerapan bimbingan berbasis ekologi. Terwujudnya On-Task Behavior pebelajar dalam proses belajar-mengajar diyakini akan meningkatkan prestasi belajar mereka. <br />
Dasar pijakan bagi keberlangsungan proses pengubahan Off-Task Behavior menjadi On-Task Behavior direncanakan oleh dosen peneliti melalui tindakan nyata, berupa:<br />
(a) Pengumpulan informasi dari guru peneliti tentang kecenderungan perilaku pebelajar selama dalam proses belajar-mengajar mata pelajaran matematika.<br />
Pengumpulan informasi tentang kecenderungan perilaku pebelajar merupakan langkah awal dan penting sebelum proses KBM dilangsungkan. Pemahaman tentang kecenderungan perilaku pebelajar memberikan pertanda awal kepada guru peneliti tentang suatu kekuatan dan kelemahan dari anak, merupakan kondisi yang dapat dikembangkan dan/atau disikapi dengan strategi-strategi pendekatan tertentu. Dengan demikian guru peneliti memiliki waktu untuk mempersiapkan diri dan segala sesuatunya yang diperlukan dalam KBM. <br />
(b) Penyampaian informasi tentang konsep bimbingan berbasis ekologi dan peluangnya untuk mengatasi masalah pembelajaran matematika yang dihadapi guru peneliti.<br />
Pada sekitar tahun 1974 matematika modern mulai diajarkan di SD sebagai pengganti berhitung. Matematika modern lebih menekankan pada pemahaman struktur dasar sistem bilangan daripada mempelajari keterampilan dan fakta-fakta hafalan. Pelajaran matematika modern lebih menekankan pada mengapa dan bagaimana matematika melalui penemuan dan eksplorasi. guru penelitian semacam itu dinilai oleh Abdurrahman (1999: 254) sebagai telah mengabaikan beberapa aspek dari psikologi belajar dan kurang menguntungkan bagi anak berkesulitan belajar. Beberapa pendapat tentang hakikat matematika disimpulkan oleh Runes (1967) dalam Abdurrahman (1999: 252) bahwa definisi tradisional yang menyatakan bahwa matematika sebagai ilmu tentang kuantitas (the science of quantity) atau ilmu tentang ukuran deskrit dan berlanjut (the science of discrate and continuous) telah ditinggalkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara kontemporer pandangan tentang hakikat matematika lebih ditekankan pada metodenya daripada pokok persoalannya itu sendiri.<br />
Bertolak dari paparan di atas yang menekankan pentingnya metode pembelajaran daripada hakikat yang dipelajari (matematika) membuka peluang dan dukungan bagi aktivitas bimbingan berbasis ekologi untuk diterapkan dalam proses KBM matematika.<br />
(c) Penyampaian informasi tentang pengembangan ragam tindakan bimbingan ekologi dalam proses kegiatan belajar-mengajar.<br />
Aktivitas bimbingan berbasis ekologi memiliki kakhususan bentuk kegiatan yang berimplikasi pada kegiatan riilnya. Suatu panduan bagi pelaksanaan tiga bentuk kegiatan dalam bimbingan berbasis ekologi sangat diperlukan. Dengan panduan tersebut guru peneliti dapat mengontrol dan mengembangkan perilaku tertentu sebagaimana di maksud oleh bimbingan.<br />
(d) Penyusunan Pedoman Pengamatan untuk digunakan oleh observer (guru peneliti) guna mendapatkan data tentang pelaksanaan bimbingan ekologi dalam proses belajar-mengajar yang dilakukan oleh guru peneliti lainnya, meliputi pelaksanaan struktur peluang, pelaksanaan struktur dukungan, dan pelaksanaan struktur penghargaan.<br />
Terlaksananya kegiatan bimbingan berbasis ekologi dalam proses KBM sesuai dengan konsepnya dimaksudkan, pedoman pengamatan dapat dipergunakan untuk mengetahui pelaksanaannya dalam praktek serta kontribusinya pada hasil pembelajaran.<br />
(e) Penyusunan pedoman pengamatan bagi guru peneliti guna mendapatkan data tentang kondisi Off-Task Behavior ke On-Task Behavior pebelajar dalam proses belajar-mengajar.<br />
Perubahan tingkah laku dari kategori Off-Task Behavior ke On-Task Behavior merupakan suatu keadaan yang diharapkan. Oleh karena itu data tentang perubahan yang terjadi perlu dikumpulkan guna mengetahui tingkat perubahan yang terjadi.<br />
(f) Penyampaian informasi tentang pentingnya catatan lapangan (field note) bagi kelengkapan data lapangan.<br />
Catatan lapangan penting untuk dilakukan, dengan catatan itu guru peneliti dapat mendokumentasikan kejadian-kejadian penting terkait dengan persoalan yang diteliti. Dokumentasi selanjutnya dapat dipergunakan sebagai bahan masukan guna tindak refleksi atas pelaksanaan kegiatan (kekurangan) yang semula dirasa tepat dapat mengatasi persoalan dalam pembelajaran.<br />
(g) Menata lingkungan fisik kelas dengan penggantian warna dinding, dari putih (rusak) diubah menjadi hijau apel, pemberian bingkai (pigura) pada gambar dan/atau hal-hal lain yang dipasang di dinding kelas. Semuanya itu dimaksudkan dapat menyokong bagi terwujudnya iklim kelas yang kondusif.<br />
Lingkungan kelas yang indah, dan iklim kelas yang kondusif dimaksudkan dapat mewujudkan lingkungan belajar yang menjauhkan anak dari kemungkinannya mengalami problema belajar (learning problems).<br />
(h) Mendeseminasikan bentuk pelaksanaan bimbingan berbasis ekologi sebagai upaya untuk pengubahan Off-Task Behavior ke On-Task Behavior dalam proses belajar-mengajar dengan menunjukkan langkah-langkah penjabaran bimbingan berbasis ekologi dalam proses belajar-mengajar. <br />
Pelaksanaan bimbingan berbasis ekologi dikembangkan untuk menciptakan lingkungan belajar dalam mata pelajaran matematika meliputi:<br />
Pertama, Struktur peluang diwujudkan dalam bentuk perangkat tugas, atau masalah, atau situasi, yang memungkinkan pebelajar mempelajari berbagai kecakapan hidup baik inter maupun antar pribadi, kecakapan menguasai dan mengendalikan pola respon. Tugas, masalah atau situasi yang terkandung dalan struktur peluang pada hakikatnya adalah stimulus yang diperhadapkan kepada pebelajar dalam ragam tingkatan tertentu. Tindakan kongkrit yang dilakukan oleh guru ialah merancang dan memilih bahan, topik, atau tema pembelajaran, dan dengan memperhatikan segi kebutuhan dan ekspektasi pebelajar serta faktor ekologis atau kontekstual.<br />
Kedua, Struktur dukungan merupakan perangkat sumber yang dapat diperoleh pebelajar di dalam mengembangkan perilaku baru untuk merespons ragam tingkat stimulus. Perangkat sumber ialah relasi jaringan kerja, sebagai nuansa afektif, dan keterlibatan pebelajar di dalam relasi itu. Lingkungan belajar seperti ini menjadi wahana pengembangan struktur kognitif pebelajar untuk melakukan pemahaman, estimasi dan prediksi, sehingga kebercabangan dan kompleksitas stimulus yang diperhadapkan kepadanya menjadi sesuatu yang dapat dicerna dan dikendalikan. Esensi struktur pendukung adalah transaksi dalam proses pembelajaran. Upaya nyata yang dilakukan guru ialah memelihara transaksi agar motivasi, optimisme, dan komitmen terhadap standar hasil yang harus dipacapai pebelajar tetap tumbuh dan terpelihara. Panduan pengembangan transaksi.<br />
Ketiga, Struktur pengahargaan merupakan perangkat sumber dalam pengalaman belajar yang dapat memperkuat perkiraan bahwa upaya yang dilakukan itu sebagai sesuatu yang akan memberikan pemuasan kebutuhan. Esensi struktur ini terletak pada penilaian dan pemberian balikan yang dapat memperkuat struktur kognitif dan perilaku baru. Upaya nyata yang dapat dilakukan guru ialah memberikan balikan sepanjang proses pembelajaran berlangsung, melakukan mengidentifikasi dan diagnosis kesulitan, dan mengupayakan perbaikan serta penguatan perilaku baru.<br />
Siklus II.<br />
Siklus II PTK dilakukan pada kegiatan belajar-mengajar tengah semester berikutnya selama 13 kali pertemuan, dan diakhiri sampai dengan pebelajar mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS).<br />
Kegiatan PTK pada siklus kedua mencakup tindak perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi sebagaimana dilakukan pada siklus I dengan tindak pembaharuan atas kelemahan yang terjadi pada siklus I. Peneliti membuat skenario tindakan perubahan atas kekurangan pada siklus I. Kekurangberhasilan struktur dukungan yang realisasinya terjadi pada aktivitas guru dalam melakukan transaksi dengan pebelajar selama proses belajar-mengajar berlangsung dibangun dalam bentuk tindakan instruktif dan larangan. Hal tersebut diupayakan perbaikannya melalui analisis terhadap transaksi yang dibuat pebelajar. Melalui analisis transaksi yang terjadi dalam diri pebelajar diharapkan guru dapat memberikan respons yang sesuai dengan situasi dan kondisi masing-masing diri pebelajar (Ego state). Kelemahan yang terjadi pada aktivitas dan tanggung jawab individu dalam kelompok diubah menjadi penyelesaian tugas yang sebelumnya atas nama kelompok ditumpukan pada tugas yang sifatnya individual.<br />
<br />
Hasil Penelitian dan Pembahasan<br />
Siklus I:<br />
1) Data hasil pengamatan dari realisasi Struktur Peluang dilakukan guru peneliti dengan memberikan topik pembelajaran, dan menentukan sumber belajar serta informasi-informasi terkait dengan tujuan pembelajaran, untuk dipelajari oleh masingyang kompleks sekalipun dapat diserap dan diingat dengan mudah jika siswa benar-benar terlibat (di dalam proses pembalajaran). <br />
Keputusan guru peneliti dalam mendisain proses KBM pada Struktur Peluang kelayakannya setidaknya dapat dikaji dari dua sudut pandang: 1) Komunikasi Pembelajaran, dan 2) Teori perkembangan kognitif. <br />
Pertama, Komunikasi Pembelajaran<br />
Tilikan terhadap keputusan guru peneliti memberikan topik materi ajar dan sumber belajar kepada kelompok anak untuk mempelajari topik baru di rumah dan dilanjutkan di sekolah dapat dinyatakan sebagai bentuk komunikasi pembelajaran konvergen. Bertolak dari paparan tentang dinamika dari proses penyelesaian tugas, permasalahan yang diberikan oleh guru peneliti dipecahkan bersama-sama di lingkungan anggota kelompok belajar, sehingga melahirkan mutual understanding di antara pebelajar anggota kelompok belajar, dan diharapkan permasalahan dapat dipecahkan. Kegiatan pebelajar dalam penyelesaian tugas tersebut selaras dengan pernyataan Magnesen dalam DePotter, Reardon, dan Singer-Nourie (2000) yang mengatakan bahwa kita belajar 10% dari apa yang kita baca; 20% dari apa yang kita dengar; 30% dari yang kita lihat; 50% dari apa yang kita lihat dan dengar; 70% dari apa yang kita katakan; 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.<br />
Pada paparan proses KBM di atas dinyatakan bahwa jika ternyata dalam kelompok pebelajar mengahadapi persoalan dalam memecahkan masalah, dan akhirnya pemecahan kesulitan belajar dikembalikan kepada guru peneliti maka komunikasi dalam pembelajaran ini menggunakan pendekatan interaktif. Dengan demikian model pembelajaran yang diterapkan guru peneliti pada awalnya menggunakan model komunikasi konvergen dan pada proses KBM menghadapi persoalan yang tidak terpecahkan oleh pebelajar, model interaktif dipergunakan.<br />
Kedua, Teori perkembangan kognitif.<br />
Tindakan dalam membangun Struktur Peluang sesuai dengan teori perkembangan kognisi dari Piaget yakni memposisikan pebelajar sebagai subjek yang aktif dan dipercaya memiliki kemampuan berfikir dalam skemata tertentu tentang bahan ajar yang dapat dijadikan dasar untuk menghadapi bahan ajar yang baru. Bahan ajar baru akan menjadikan anak mengalami ketakseimbangan (disekuilibrasi). Dalam kondisi tak seimbang anak dengan skemata tertentu akan berusaha mendapatkan keseimbangan baru dengan melakukan adaptasi melalui asimilasi dan akomodasi, yakni penyesuaian bahan ajar baru yang sesuai dengan skemata yang telah dimiliki maupun menerima bahan ajar baru sebagai sesuatu yang baru dalam skemata mereka sehingga terjadi suatu keadaan ekuilibrasi.<br />
2) Berdasarkan hasil pengamatan Struktur Dukungan diwujudkan dalam bentuk transaksi yang dibangun guru peneliti dalam berkomunikasi dengan pebelajar pada bulan Februari sampai dengan April secara berturut-turut ditemukan persentase realisasi hasil bimbingan sebesar 47%, 53%, 52%. <br />
Persentase tersebut di atas menunjukkan bahwa guru peneliti sampai pada tahapan penyesuaian terhadap perilaku baru dalam menjalin komunikasi dan relasi dengan pebelajar. Perilaku baru guru peneliti sebagaimana di maksud oleh bimbingan menjadikan pebelajar dapat terbebas dari rasa takut selama mengikuti KBM matematika. Dengan hilangnya atau setidaknya berkurangnya rasa takut dapat menjadikan pebelajar mampu memberdayakan kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas yang dihadapinya. Transaksi yang dibangun guru peneliti berinteraksi dengan pebelajar merupakan bentuk perwujudan komunikasi dalam proses KBM. Interaksi menjadi ciri dari keberlangsungan pembelajaraan, dan bahkan dapat dijadikan alat untuk memprediksi perolehan hasil belajar (Abdulhak, 2001), dan oleh karena itu prinsip komunikasi merupakan prinsip pertama dalam guru penelitian maupun pembelajaran (Cole dan Chan, 1994: 13).<br />
Perwujudan transaksi sebagai bentuk komunikasi dua arah menjadikan interaksi antara guru peneliti-pebelajar kuat, dan proses KBM terhindar dari praktek ”banking system”, yang menempatkan pebelajar pada posisi pasif dan tak berdaya. Pebelajar hanya mendeposit informasi yang disampaikan guru peneliti melalui mendengarkan, mencatat, menghafal, dan menyimpan informasi dalam pikirannya (Paulo Freire, 1972). Pembelajaran yang tidak memiliki interaksi yang kuat dan mendalam dengan menggunakan interaksi satu arah menjadikan pemahaman pebelajar dalam belajar sangat lemah, bahkan memiliki dampak terhadap kurangnya perhatian pebelajar dalam mengikuti kegiatan belajar (Abdulhak, 2001).<br />
3) Sedangkan Struktur Penghargaan dilaksanakan dalam bentuk pemberian koreksi kesalahan anak dalam buku pekerjaan anak berupa pemberian nilai, komentar dan saran serta menunjukkan kesalahan secara umum maupun individual. <br />
Koreksi yang diberikan guru di maksudkan untuk memberikan umpan balik dan sekaligus merupakan bentuk hadiah dan/atau hukuman kepada pebelajar. Sebagai bentuk hadiah, koreksi guru dapat membuat hati anak merasa senang atas hasil usahanya, dan juga dapat membangun keterdekatan pebelajar kepada guru. Keterdekatan pebelajar – guru dapat memberikan kontribusi pada terwujudnya iklim pembelajaran yang kondusif.<br />
Berdasarkan penerapan bimbingan berbasis ekologi dalam proses belajar-mengajar sebagai upaya untuk mereduksi Off-Task Behavior pebelajar dan sekaligus merupakan upaya menumbuhkan On-Task Behavior pebelajar dalam KBM matematika, hasilnya dapat dipaparkan pada tabel berikut ini.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhuQIam-Q9EL1pMotxE1WQINPMjuYq8fAcqSQEkmhM-vDk6otXvIW-H_r4fFbjeFHm2Ir1DN_cYrQDygwCvJ0T6qCmLAyZw55bK5o64b-9CifulqoZXSv8PnxPuuFhFPB3PP7JNl1lRWHQ/s1600-h/ptk2.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5450178227572736930" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhuQIam-Q9EL1pMotxE1WQINPMjuYq8fAcqSQEkmhM-vDk6otXvIW-H_r4fFbjeFHm2Ir1DN_cYrQDygwCvJ0T6qCmLAyZw55bK5o64b-9CifulqoZXSv8PnxPuuFhFPB3PP7JNl1lRWHQ/s320/ptk2.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 84px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 320px;" /></a><br />
<br />
Paparan di atas menunjukkan bahwa selama siklus I bimbingan berbasis ekologi mampu mereduksi Off-Task Behavior sebesar 57.8%, 64,5%, dan 71,2%.<br />
Keberhasilan pelaksanaan bimbingan berbasis ekologi menekan Off-Task Behavior dengan persentase disebut di atas memberikan kontribusi terhadap prestasi belajar matematika sebagai berikut: <br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqxldXLGB5QXmFmEYh7ONN1yp452nVv0rO84xKwCYAu1BH-Ydr-pxzKHvDHhSEbRB06vFmwT_EkJSH-cHxzOvkUVnjZKhoy_c8S6ut-6OWjPz2Mqzch0HebnHvZc4qOsxlLl5dgcgxLVM/s1600-h/ptk3.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5450178526668329058" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqxldXLGB5QXmFmEYh7ONN1yp452nVv0rO84xKwCYAu1BH-Ydr-pxzKHvDHhSEbRB06vFmwT_EkJSH-cHxzOvkUVnjZKhoy_c8S6ut-6OWjPz2Mqzch0HebnHvZc4qOsxlLl5dgcgxLVM/s320/ptk3.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 76px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 320px;" /></a><br />
<br />
Berkurangnya tingkat Off-Task Behavior ke tingkat On-Task Behavior sebagai hasil dari penerapan bimbingan berbasis ekologi dalam KBM matematika dikaitkan dengan perubahan prestasi yang berhasil diraih diperoleh nilai rata-rata kelas dari 44,46 pada ulangan semester genap menjadi 81,0 pada ulangan tengah semester genap 2004/2005 merupakan suatu kenaikan prestasi belajar yang signifikan. <br />
Siklus II: <br />
Proses belajar-mengajar matematika berdasarkan bimbingan berbasis ekologi pada siklus II diketahui berhasil menekan tingkah laku pebelajar kategori Off-Task Behavior seperti dalam tabel berikut ini.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjekfJDowgKSxfmRB8Xt_p5Qtp0w-4ukVmvQnuYccfQ1CMgD1FR91LAapDOPbZIEetkT1zDLhvfqBa1vEFglA_U4hXRPOd_9oljVbuokqBfL0HMA88gnc9EcsOxCvZVHoJ9tkmOkF4Jt7c/s1600-h/ptk4.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5450178863174335634" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjekfJDowgKSxfmRB8Xt_p5Qtp0w-4ukVmvQnuYccfQ1CMgD1FR91LAapDOPbZIEetkT1zDLhvfqBa1vEFglA_U4hXRPOd_9oljVbuokqBfL0HMA88gnc9EcsOxCvZVHoJ9tkmOkF4Jt7c/s320/ptk4.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 87px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 320px;" /></a><br />
<br />
Berdasarkan Off-Task Behavior yang berhasil ditekan menjadi 37,7% dan prestasi belajar yang dicapai pebelajar pada UAS seperti disebut dalam grafik berikut ini.<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtxek312k1PIAqr5o3pw711euVhOYJHSU6KD6hd1cD03yctVI2H2HQIBUQuf-FKkwjPSb9si4y7eRnfR6A5ptUiravtE73kmyB_MtRDaalu4I1tNTLC5wm15rH2GWEDAajzTuYBCEPmQ8/s1600-h/ptk5.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5450179107893068242" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjtxek312k1PIAqr5o3pw711euVhOYJHSU6KD6hd1cD03yctVI2H2HQIBUQuf-FKkwjPSb9si4y7eRnfR6A5ptUiravtE73kmyB_MtRDaalu4I1tNTLC5wm15rH2GWEDAajzTuYBCEPmQ8/s320/ptk5.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 134px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 320px;" /></a><br />
<br />
Berdasarkan data pada grafik di atas diketahui bahwa dari 45 subjek yang mengikuti UAS, nilai matematika tertinggi adalah 99 (subjek nomor 16) dan nilai terendah adalah 43 (subjek nomor 42). Dengan demikian nilai rata-rata kelas mata pelajaran matematika pada siklus II sebagaimana tercermin pada hasil UAS matematika 2004-2005 adalah 73,8. Secara kualitas hanya didapati seorang anak (nomor urut 42) yang mendapatkan nilai 42,6 (passing grade) dalam UAS.<br />
Berdasarkan rata-rata nilai UAS matetika di atas berikut ini disajikan perbandingan nilai rata-rata mata pelajaran matematika siswa kelas VI antara sebelum dan sesudah diterapkan bimbingan berbasis ekologi seperti dalam tabel di bawah ini<br />
<br />
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgopixLemobjxIINnOJKOb3ibIwMzpvJMSgF8ihZuWBI40xuPOlp_kHeGYgYhWmQfKArrP5RgYRZ4s1cymijZEU6J5DyUXLujV0Brszgdi0uqTaEbQkeApJz-AJQetNkiSgQ5OTzYRv3FE/s1600-h/ptk6.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5450179336840687442" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgopixLemobjxIINnOJKOb3ibIwMzpvJMSgF8ihZuWBI40xuPOlp_kHeGYgYhWmQfKArrP5RgYRZ4s1cymijZEU6J5DyUXLujV0Brszgdi0uqTaEbQkeApJz-AJQetNkiSgQ5OTzYRv3FE/s320/ptk6.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 78px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 320px;" /></a><br />
<br />
Berdasarkan hasil pengamatan pada siklus II dapat dinyatakan bahwa Penerapan bimbingan berbasis ekologi dalam proses belajar-mengajar dapat dilaksanakan sebagaimana berlangsung pada siklus I. Ditilik dari sisi hasil, siklus II menunjukkan peningkatan yang berarti jika tolok ukur yang dipergunakan adalah nilai rata-rata Semester Gasal. Namun jika dibandingkan dengan nilai rata-rata UTS Genap, hasil akhir siklus II mengalami penurunan. <br />
Penurunan nilai rata-rata UAS dibandingkan dengan nilai rata-rata UTS Genap terjadi karena struktur dukungan dalam bimbingan berbasis ekologi ini masih belum dapat dilaksanakan sebagaimana yang seharusnya. Analisis terhadap transaksi yang dibangun sebagai wujud tindak pembaharuan atas kekurangan pada siklus I masih sulit untuk dilakukan. Kesulitan nampak pada judgment guru dalam menentukan status ego pebelajar saat menampakkan Off-Task Behavior tertentu. Akibat selanjutnya spontanitas reaksi guru atas aksi pebelajar berupa tindakan yang kembali kepada sifat instruktif. Namun demikian dari sisi hasil, Siklus II masih dapat dinyatakan berhasil, karena soal UAS dan korektor dilakukan oleh suatu kepanitiaan di tingkat Kecamatan Dinas Pendidikan, tidak sebagaimana halnya pada Siklus I yang semuanya dilakukan sendiri oleh guru peneliti.<br />
Kesimpulan dan Rekomendasi<br />
<br />
1) Bimbingan berbasis ekologi dapat mereduksi off-task behavior dalam KBM Matematika.<br />
2) Bimbingan berbasis ekologi dapat mengembangkan on-task behavior pebelajar dalam KBM matematika.<br />
3) Bimbingan berbasis ekologi dapat memberikan kontribusi positif bagi peningkatan prestasi belajar matematika.<br />
4) Kesulitan pelaksanaan bimbingan ekologi dalam KBM terletak pada pelaksanaan aspek ke dua, yaitu struktur dukungan.<br />
Kesimpulan di atas menunjukkan bahwa PTK dengan penerapan bimbingan berbasis ekologi dalam KBM secara nyata dapat memberikan kontribusi positif bagi peningkatan prestasi belajar pada mata pelajaran Matematika, sekalipun belum sepenuhnya dapat diterapkan. Dengan kata lain bahwa PTK ini dapat meningkatkan kualitas guru peneliti dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi saat menjalankan tugasnya, karena dengan PTK yang telah dilaksanakan, guru peneliti mendapatkan dampak positif ganda: Pertama, peningkatan kemampuan dalam menyelesaikan masalah pendidikan dan pembelajaran secara nyata. Kedua, peningkatan kualitas isi, masukan, proses, dan hasil belajar. Ketiga, peningkatan keprofesionalan dalam mendidik. Keempat, penerapan prinsip-prinsip pembelajaran berbasis penelitian.<br />
Hasil penelitian ini merekomendasikan:<br />
1) Kegiatan PTK perlu diupayakan untuk ditindaklanjuti oleh guru peneliti, terutama untuk mata pelajaran selain matematika.<br />
2) Kegiatan PTK ini perlu untuk dilakukan replikasi oleh guru peneliti yang lain pada kelas yang lain pula.<br />
3) Agar pelaksanaan bimbingan berbasis ekologi dapat dilaksanakan secara utuh, khusus untuk struktur dukungan diperlukan pelatihan secara khusus dan terprogram.<br />
Saran-saran di atas perlu dipertimbangkan realisasinya karena berkaitan dengan upaya menciptakan sebuah budaya belajar (learning culture) di kalangan guru-siswa di sekolah. Jika dalam budaya belajar telah tumbuh sikap proaktif di dlaam melakkukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable), maka dapat diwujudkan sikap profesional pendidik dalam melaksanakan tugsnya. Guru dapat terhindar dari teaching disability, dan bagi pebelajar dapat tercegah dari terjadinya learning disability.<br />
<br />
Kepustakaan:<br />
<br />
Abdulhak, I. (2001). Komunikasi Pembelajaran: Pendekatan Konvergensi Dalam Peningkatan Kualitas Dan Efektivitas Pembelajaran. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Teknologi Pembelajaran pada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia 18 Oktober 2001.<br />
<br />
Abdurrachman. (1997). Penciptaan Lingkungan Belajar yang Kondusif bagi Pertumbuhan dan Perkembangan Peserta Didik. Makalah Temukarya Fakultas/Jurusan Ilmu Pendidikan Seluruh Indonesia di Jakarta 3-5 Desember 1997. Jakarta: IKIP Jakarta.<br />
<br />
Cole, PG, Lorna, KS. (1994). Teaching Principles and Practice. Second Edition. New York: Prentice Hall. <br />
<br />
Cotton, J.(1995). The Theory of Learner. London: Kogan Page<br />
<br />
DePotter, B., Reardon, M., Singer-Nourie, S. (2001). Quantum Teaching. Cetakan III. Penerjemah: Ary Nilandari. Bandung: KIFA.<br />
<br />
Dryden, G. and Vos, J. (2001). Revolusi Cara Belajar. Penerjemah: Word ++ Translation Service. Bandung: Kaifa.<br />
<br />
Freire, P.(1972). Paedagogy of the Oppressed. Terjemahan. Jakarta: LP3ES.<br />
<br />
Kartadinata, S. (1996). Kerangka Kerja Bimbingan dan Konseling Dalam Pendidikan. Pendekatan Ekologis Sebagai Suatu Alternatif. Naskah Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Ilmu Pendidikan pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Bandung 18 Oktober 1996.<br />
<br />
Naharia, M. (2001). Kefektifan Teknik Analisis Tingkahlaku Dalam Pengubahan Off-Task Behavior Siswa Sekolah Dasar Kristen Brawijaya Malang Propinsi Jawa Timur. rogram Studi Bimbingan Konseling PPS Universitas Negeri Malang. Thesis (tidak diterbitkan).<br />
<br />
Sparzo, F.J. & Poteet, J..A. (1989) Classroom Behavior: Detecting and Correcting Special Problems. Boston: Allyn and Bacon.UKIhttp://www.blogger.com/profile/01137209992661153292noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4113148477109327474.post-71690548040212546752010-03-13T05:43:00.000-08:002010-03-19T04:45:54.796-07:00Indahnya Menjadi Minoritas<meta content="text/html; charset=utf-8" equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5CToshiba%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:EN-US; mso-fareast-language:EN-US;} p.MsoFootnoteText, li.MsoFootnoteText, div.MsoFootnoteText {mso-style-noshow:yes; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:EN-US; mso-fareast-language:EN-US;} span.MsoFootnoteReference {mso-style-noshow:yes; vertical-align:super;} /* Page Definitions */ @page {mso-footnote-separator:url("file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") fs; mso-footnote-continuation-separator:url("file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") fcs; mso-endnote-separator:url("file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") es; mso-endnote-continuation-separator:url("file:///C:/Users/Toshiba/AppData/Local/Temp/msohtml1/01/clip_header.htm") ecs;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} -->
</style><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><meta content="text/html; charset=utf-8" equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5CToshiba%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:EN-US; mso-fareast-language:EN-US;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} -->
</style> </div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span lang="EN-US" style="font-size: 16pt;">YOU CAN BE ANYTHING, AND</span><span lang="EN-US" style="font-size: 16pt;"> </span><span lang="EN-US" style="font-size: 16pt;">BE MINORITY!</span><span lang="EN-US" style="font-size: 16pt;"><o:p></o:p></span></div><div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span lang="EN-US">Oleh Sukiman<a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4113148477109327474#_ftn1" name="_ftnref1" title=""></a></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="SV"><o:p> </o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span lang="SV"><o:p> </o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span lang="SV">Kontribusi Pendidikan<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span lang="SV"><o:p> </o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Tidak berlebihan predikat sebagai pengawal masa depan bangsa diberikan kepada guru. Pasalnya, pendidikan masih diyakini secara umum sebagai </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">cara terbaik untuk mempersiapkan generasi masa depan. Masa depan adalah milik gener</span><span lang="SV">asi muda saat ini, oleh karena itu bagaimana kondisi generasi masa depan sangat ditentukan oleh kualitas peserta didik yang saat ini masih di meja pendidikan. Demikian pula halnya, kondisi para pemangku kepentingan (<i>stake </i>holder) saat ini dari lapisan bawah sampai dengan lapisan atas adalah cermin dari ”keberhasilan” pendidikan masa lalu, setidaknya pendidikan yang diterima pada masa lalu berkontribusi terhadap keberadaan mereka saat ini. Jika sekarang ini ada yang menjadi koruptor, manipulator, dll., menunjukkan ada sesuatu yang salah dari proses pendidikan yang mereka terima pada masa lalu. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Dan karena itu, apabila produk antagonis pendidikan tersebut</span><span lang="SV">telah mewarnai kebanyakan orang, patut dipertanyakan dan mendapat perhatian dari insan pendidikan terkait dengan sistem penyelenggaraan pendidikan yang dijalankan selama ini. </span><span lang="SV"></span><br />
<a name='more'></a><span lang="SV"></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Suatu hal yang terterima secara umum dinyatakan bahwa pendidik</span><span lang="SV">an yang berhasil ditandai, salah satunya adalah produk kelulusan siswa. Siswa yang bermutu adalah siswa yang terukur mutu pendidikannya. Dalam prakteknya mutu pendidikan diukur dari angka-</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">angka yang diperoleh lulusan setelah mereka menempuh satu tahapan belajar dalam kurun waktu tertentu (UTS/UAS) ataupun ujian akhir nasional (UAN). Sementara alat ukur penentu kualitas lulusan berupa <i>paper and pencil test</i>, suatu alat ukur yang hanya terkait dengan salah satu aspek pendidikan, yaitu kognisi. Sementara aspek lain, khususnya afeksi tak terjangkau dengan alat ukur tersebut. Pada hal aspek afektif berbicara tentang pertumbuhan perasaan, nilai-nilai, apresiasi, antusiasme, motivasi dan sikap (Krathwohl, Bloom, Masia, 1973). Satu aspek yang keberadaannya sangat dibutuhkan agar seseorang dapat hidup dengan nyaman dengan lingkungan (to life together). Pendidikan yang mengembangkan aspek kognisi, dalam prakteknya mengutamakan rangsangan pada aspek logika-matematika d</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">an bahasa serta keterampilan, sejatinya baru memberdayakan otak kiri. Sementara itu otak kanan yang notabene berisi daya kreatif, seni, imajinasi, angan-angan, dan ”melihat gambaran secara menyeluruh” belum mendapat rangsangan yang sama sebagaimana perangsangan yang diberikan pada belahan otak kanan. Ketimpangan perlakuan pendidikan ini diangkat dalam suatu perumpamaan apik oleh Tony Buzan (2005), pemilik hak paten <i>Mind Mapping</i>, sebagai berikut: </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">”Jika kami meminta Anda untuk berlari jarak pendek dengan ”seluruh kemampuan”, yaitu menggunakan kedua tangan dan kedua kaki, dan kami merekam penampilan Anda untuk mengamati efisiensi Anda, barangkali Anda akan melakukannya sesuai dengan aturan yang baik, atau bahkan sangat baik. Tetapi jika kami meminta Anda untuk mengulangi kegiatan ini, dengan hanya memperbolehkan Anda menggunakan separo kemampuan Anda. Untuk itu, kami mengikat pergelangan tangan kanan Anda ke pergelangan kaki kanan Anda dan meminta Anda untuk mengulangi lari jarak pendek. De</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">ngan setengah dari kemampuan yang Anda miliki, apakah hasil yang Anda capai juga menjadi setengah efektifnya? Jelas tidak. Hasil yang dicapai akan berkurang keefektifannya.” <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Dari penjelasan Tony Buzan tersebut menengarai bahwa jika aktivitas berfikir hanya menggunakan daya dari satu belahan otak, diibaratkan seseorang berdiri dan berlari dengan satu kaki. Oleh karena pemberdayaan kedua belahan otak, sinergi otak kanan dan kiri, akan menjadikan hasil kerja lebih efektif.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="SV"><o:p> </o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b><span lang="SV">Masalah Pembaharuan dalam Pendidikan<o:p></o:p></span></b></div><span lang="SV">Penyikapan segera untuk mengatasi kesenjangan yang terjadi dalam dunia pendidikan tersebut mendesak untuk segera dilakukan. Sat</span> <span lang="SV">u langkah ke arah perbaikan dilakukan pemerintah, dimulai dari pengubahan paradigma pendidikan, yakni dari pembelajaran yang berorientasi kepada guru (<i>Teacher Centered Oriented</i>) berubah ke pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (<i>Student Centered Learning</i>), yang dikenal dengan pembelajaran berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), dan konsekuensi logisnya terkait dengan kurikulum yang semula berbasis isi (KBI) berubah pada kompetensi. Perubahan dari KBI ke KBK dalam prakteknya tidak serta merta dapat dilaksanakan oleh pelaku pendidikan. Hal ini dikarenakan pengubahan kebiasaan lama ke kebiasaan baru menyangkut kepemilikan penguasaan pengetahuan terhadap sesuatu yang baru, menuntut keterampilan baru dalam </span> <span lang="SV">mengaplikan pengetahuan, dan yang tak kalah penting adalah keinginan (<i>good will</i>) pelaku pendidikan untuk melaksanakan perubahan. Pemerolehan kebiasaan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: <br />
<br />
</span><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwX1h01lq8Qn6WlPIaSPMpdWnYGnTEYxKNed7JwMnUwLiXBWiXwuh-OuAd2FCmJdfTOlo9WGskrRsksZFknZoeOuSCAjnatJF7bQOviWvuUEzVp-Bvz84BrU-Bux5_9cDuhlufLUGQOs0/s1600-h/covey.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5448113963604851122" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiwX1h01lq8Qn6WlPIaSPMpdWnYGnTEYxKNed7JwMnUwLiXBWiXwuh-OuAd2FCmJdfTOlo9WGskrRsksZFknZoeOuSCAjnatJF7bQOviWvuUEzVp-Bvz84BrU-Bux5_9cDuhlufLUGQOs0/s320/covey.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 240px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 320px;" /></a></div><br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Ketiga faktor penentu pembentuk kebiasaan baru,</span><span lang="SV"> yakni pengetahuan, keterampilan, dan keinginan keberadaannya merupakan satu kesatuan yang mengikat satu dengan yang lainnya. Sebab pengetahuan tanpa keterampilan dalam menerapkan pengetahuan, hanya berhenti pada tataran teori. Sebaliknya penerapan keterampilan tanpa landasan teori akan menghasilkan tindakan yang bersifat coba-coba. Dan kedua faktor disebut pertama tidak akan ada maknanya manakala tidak ada faktor ketiga, ialah keinginan dari subjek untuk melaksanakannya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV"> Ada dua kompetensi yang diperlukan oleh guru untuk menimbulkan dorongan kuat untuk mewujudkan keinginan melakukan kegiatan, yaitu <i>Inner Competencies</i>, dan <i>Outer Competencies</i> (Taufik Tea, 2009).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><i><span lang="SV">Inner Competencies</span></i><span lang="SV"> meliputi kecakapan dalam mengelola hal-hal yang berhubungan dengan dunia internal guru, mencakup kemampuan memahami hakikat belajar, meresapi hakikat mengajar, mengetahui prinsip belajar dan mengenali peserta belajar. Kecakapan ini disebut sebagai <i>soft skills</i> guru. Sedangkan <i>Outer Competencies</i>, adalah <i>hard skills </i>guru, yaitu sebuah kompetensi mengelola potensi dari luar diri guru, yaitu: menyiapkan materi pelajaran, mengelola kelompok, menyampaikan pelajaran, mengkondisikan kelas. Dengan kedua kompetensi tersebut, penerapannya dalam kegiatan belajar-mengajar akan menghasilkan peserta didik yang memiliki <i>hard skills</i>, yakni pengetahuan (<i>knowledge</i>); keterampilan (<i>skills</i>), dan <i>soft skills</i> yang berupa kemampuan interpersonal, intrapersonal, ekstrapersonal.<span style="color: blue;"><o:p></o:p></span></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV" style="color: blue;"> </span><span lang="SV">Kesegeraan berubah seperti yang diharapkan, tidak mudah terjadi. Hal itu dikarenakan adanya bayang-bayang yang menghambat kemampuan guru untuk mengadakan perubahan, di antaranya adalah pembatasan kemampuan yang diciptakan oleh guru itu sendiri, seperti ungkapan: ”Apa saya mampu melaksanakan perubahan semacam itu?” Sejatinya pertanyaan tersebut telah dijawab Thomas Gordon (1975) yang menyatakan:”<i>Teacher is not born, but built</i>”, artinya pelaksanaan tugas, peranan dan fungsi guru dapat dibentuk, dilatih. Karena memang kemampuan tersebut tidak dibawa seseorang dari lahir. Sesungguhnyalah setiap orang dapat menjadikan dirinya seperti apa yang dia mau. Karena semua anak cerdas (Armstrong, 2005), dan Gardner (dalam Dryden & Voss, 2001) kecerdasan tersebut bersifat jamak Lewat beragam kecerdasan itulah seseorang memiliki peluang untuk mewujudkan kemauannya. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Perwujudan diri guru sebagai bentuk dari kemauannya dikuatkan oleh Satre, seorang filosuf, yang mengatakan: ”<i>I choose there for I am</i>”, aku adalah pilihanku, dan karenanya aku bertanggung jawab atas pilihanku. Menurut Robert T. Kiyosaki (dalam</span><span lang="SV"> Amir Tengku Ramli, 2005) pilihan kemauan guru tersebut masuk dalam cakupan paradigma guru, yang dapat dikelompokkan dalam 2 tipe dasar, ya</span><span lang="SV">kni paradigma <i>to have</i> (memiliki) dan paradigma</span><span lang="SV"> <i>to be</i> (menjadi).</span><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFC08o8Ax22rLwvL1nbQkHWOE9nGIKjL8vjEP7116GO4gLS47shBVHdqJo74J6egNAcDViwH71t6Foi-Z13G8oSFBV9H4oGsWsqHd1llN81-KlJWBHCSvo_OXB1EnMgznrr3XEBVqzeSY/s1600-h/to+have.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5448114922245836530" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFC08o8Ax22rLwvL1nbQkHWOE9nGIKjL8vjEP7116GO4gLS47shBVHdqJo74J6egNAcDViwH71t6Foi-Z13G8oSFBV9H4oGsWsqHd1llN81-KlJWBHCSvo_OXB1EnMgznrr3XEBVqzeSY/s320/to+have.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 65px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 317px;" /></a></div><meta content="text/html; charset=utf-8" equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5CToshiba%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><style>
<!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:EN-US; mso-fareast-language:EN-US;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} -->
</style> <br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="SV"><o:p> </o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV">Dikatakan bahwa paradigma <i>To Have</i> (memiliki) merupakan suatu gagasan atau pola pikir seseorang yang cenderung dan mengutamakan pada kebutuhan materi, sedangkan paradigma <i>To Be</i> (menjadi) adalah gagasan atau pola pikir yang cenderung pada nilai-nilai non materi. Dengan demikian kedua paradigma tersebut memiliki penghuni yang berbeda, sesuai dengan cara pandang guru terhadap pekerjaannya. Bertolak cara guru memandang pekerjaannya dapat dikelompokkan dalam 4(empat) kuadran utama, yakni: guru pekerja, guru profesional, tercakup dalam paradigma To Have, dan guru pemilik, dan guru perancang, masuk dalam paradigma To Be, yang dapat digambarkan sebagai berikut: <br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV"></span><meta content="text/html; charset=utf-8" equiv="Content-Type"></meta><meta content="Word.Document" name="ProgId"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Generator"></meta><meta content="Microsoft Word 11" name="Originator"></meta><link href="file:///C:%5CUsers%5CToshiba%5CAppData%5CLocal%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml" rel="File-List"></link><o:smarttagtype name="place" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><o:smarttagtype name="City" namespaceuri="urn:schemas-microsoft-com:office:smarttags"></o:smarttagtype><style>
<!-- /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0cm; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:EN-US; mso-fareast-language:EN-US;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 90.0pt 72.0pt 90.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:738745344; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:698902490 1681554496 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l0:level1 {mso-level-tab-stop:36.0pt; mso-level-number-position:left; text-indent:-18.0pt;} ol {margin-bottom:0cm;} ul {margin-bottom:0cm;} -->
</style> </div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI"> <br />
</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhu3zCyFsR_FhFbDsGv3sJLygHC_s_wVaCIJZzXCXpoNMjfo5-e0f42pS4_fDRFjdmxy3Wxe-IgNxD9hAEOaczZuky1UPX95fU8pyfOyeIhw4fBanB1laFN6FZT2GmpC4t9p0wTXTmkeFg/s1600-h/to+be.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img alt="" border="0" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5448115478620205410" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhu3zCyFsR_FhFbDsGv3sJLygHC_s_wVaCIJZzXCXpoNMjfo5-e0f42pS4_fDRFjdmxy3Wxe-IgNxD9hAEOaczZuky1UPX95fU8pyfOyeIhw4fBanB1laFN6FZT2GmpC4t9p0wTXTmkeFg/s320/to+be.jpg" style="cursor: pointer; display: block; height: 185px; margin: 0px auto 10px; text-align: center; width: 320px;" /></a></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI">Paradigma <i>To Have</i>, meliputi:<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b><span lang="FI">Kuadran 1</span></b><span lang="FI">: Guru Pekerja. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Guru pada kuadran 1, adalah mereka yang sebatas melaksanakan pekerjaannya. Kondisi guru ini menyukai kemapanan, rutinitas yang menjadi tanggung jawabnya, tidak ada keinginan untuk berubah. Kalaupun ada keinginan berubah hanya sebatas kata-kata. Perilaku yang ditampakkan adalah <i>’mengajar dengan cara yang sama tentang hal yang sama kepada orang yang berbeda</i>’.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b><span lang="SV">Kuadran 2</span></b><span lang="SV">: Guru Profesional. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Guru yang memiliki profesionalitas, dengan harga tertentu. Termasuk dalam kuadran ini ialah guru yang menyukai tantangan dalam mengajar. Senang dengan pekerjaan mandiri, tidak rutin tapi memuaskan. Perilaku yang ditampakkan adalah <i>’mengajar dengan cara yang sama, tentang hal yang berbeda, kepada orang yang berbeda’</i>.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US">Paradigma <i>To Be</i>, meliputi:</span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b><span lang="EN-US">Kuadran 3</span></b><span lang="EN-US">: Guru Pemilik. </span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV">Guru yang ahli (<i>expert</i>), menjadi pusat intelektual dan mampu mengendalikan sistem. Dikatakan sebagai guru pemilik ialah apabila guru memiliki keahlian (pemilik), tidak hanya terkait dengan pengajaran, tetapi juga memiliki kemampuan mengendalikan sistem, sehingga guru pemiliki merupakan menjadi bagian dari kelompok pengambil keputusan. Pada kuadran ini guru menjalankan sistem secara strategis, untuk mengendalikan diri dan orang lain bagi kemajuan lembaga. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b><span lang="SV">Kuadran 4</span></b><span lang="SV">: Guru Perancang. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV">Disebut sebagai guru perancang ialah mereka yang memahami makna profesinya, memiliki visi dan merancang pengajaran secara hidup. Karenanya guru dalam kuadran ini berfungsi sebagai perancang masa depan pengajaran, bersifat inovatif, senang pada ide/gagasan inovatif yang menjadikan diri guru sangat berarti.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Ditilik berdasarkan kuadran guru, keadaan guru yang ada sekarangan ini cenderung berada pada paradigma <i>To Have</i>, dan sedang diupayakan kearah kuadran 2, yaitu guru profesional sebagaimana dimaksud dengan sertifikasi guru. Oleh karena itu mengingat apa yang kita lakukan sekarang ini adalah untuk kepentingan masa depan, maka ke depan perlu diupayakan perpindahan dari paradigma dari <i>To Have</i> ke <i>To Be</i>. Untuk melakukan perpindahan paradigma ini, guru harus melakukan perubahan secara mendasar, yaitu cara pandang terhadap pengajaran, bahwasanya pengajaran yang menjadi tanggung jawabnya adalah sebuah profesi yang terus menerus memerlukan perubahan seiring dengan perkembangan jaman, kalaulah tak ingin profesi ini tenggelam dalam perubahan jaman. Prahalad mengatakan: ”<i>If you don’t change, you die!”</i> suatu peringatan yang realistis.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Upaya ke arah terjadinya suatu perubahan, tidak selalu mulus jalannya. Banyak hambatan yang dijumpai, dan tak sedikit usaha yang mengalami kegagalan. Menyikapi kegagalan yang mungkin dialami guru dalam upayanya mewujudkan perubahan dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab, guru dapat berguru dari pengalaman, baik pengalaman diri sendiri, kolega maupun para tokoh. Sebut saja pengalaman Thomas Alva Edison. Terhadap pengalamannya dalam menciptakan bola lampu ia mengatakan bahwa:”Satu persen inspirasi, sembilan puluh sembilan usaha keras.” Selanjutnya Edison menegaskan bahwa dirinya tidak pernah gagal, ia hanya butuh proses penemuan sebanyak 2000 kali (Nistain Odop, 2007).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Seperti diketahui bahwa penciptaan bola lampu baru berhasil pada percobaan yang ke 2001 kali. Dengan kata lain, bila dilihat dari satu sisi (negatif), Thomas Alva Edison mengalami kegagalan sebanyak 2000 kali. Tetapi dari sisi yang lain (positif), kegagalan tidak dirasakan sebagai upaya yang gagal, tetapi dikatakan bahwa ia menemukan 2000 cara yang salah dalam menciptakan bola lampu. Cara pandang ini berdampak pada aspek psikologis, seseorang tidak lantas patah semangat akan usaha yang dilakukan, sebaliknya akan menimbulkan motivasi baru dalam bentuk tindakan yang inovatif dan kreatif. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Pada umumnya orang terkagum-kagum atas prestasi yang diraih oleh seseorang dalam suatu bidang tertentu, seperti Thomas Alfa Edison tersebut. Kecenderungan orang tidak menaruh perhatian terhadap proses yang dialami Edison sampai dengan dia berhasil menemukan bola lampu tersebut. Dua ribu kali percobaan belum menemukan cara yang benar dalam menciptakan bola lampu, tidak menarik minat banyak orang untuk mempersoalkan, misalnya bagaimana menjaga diri agar tetap bersemangat? Bagaimana cara menemukan ide-ide kreatif ke arah cara baru yang harus ditempuh? dst. Kebanyakan orang lebih suka berbicara tentang hasil, daripada proses. Padahal suatu hasil dapat diwujudkan hanya melalui proses. Karenanyalah proses harus dijadikan pengalaman. Karena pengalaman adalah guru yang paling baik. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><span lang="SV"><o:p> </o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b><span lang="SV">Berguru pada Pengalaman<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Pengalaman Thomas Alfa Edison mengajarkan kepada kita, bahwa ia tidak menyoal seberapa sering kegagalan dialami, tetapi mengajarkan kepada kita berapa kali ia mampu bangkit dari kegagalan. (Dua ribu kali bukan?). Di sini juga mengandung arti bahwa bangkit dari kegagalan memiliki arti tidak mengulangi cara yang salah, tetapi mencoba banyak cara (dua ribu cara) yang dicoba, dan akhirnya cara yang ke- 2001 itulah cara yang benar, dan akhirnya diperoleh suatu keberhasilan. Pernahkah anda mengalami kegagalan? Seberapa banyak kali anda mampu bangkit? <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Kebangkitan dari kegagalan sejatinya ada rasa kesusahan, ketidaknyamanan tetapi ada upaya untuk ke luar dari ketaknyamanan tersebut. Sebagaimana layaknya orang pada umumya, Thomas Alva Edison pastilah juga merasakan hal yang tidak mengenakan sewaktu mengalami ketidakberhasilan dari suatu usaha yang dijalankan. Akan tetapi dirinya tidak fokus pada masalah sewaktu menghadapi masalah, akan tetapi fokus pada solusi. Masalah sesungguhnya bukanlah masalah, tetapi sikap seseorang dalam memandang masalah itulah masalah yang sebenarnya. Jika seseorang tidak mempersoalkan masalah, masalah bukan masalah (Nistains Odop, 2007). Dan bahkan untuk suatu kemajuan, orang harus berani keluar dari zona aman, zona nyaman, dan mampu bertahan dalam zona tak aman tersebut sampai dengan diperolehnya zona aman baru. Ke luar dari zona aman adalah masalah. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Zona aman, nyaman yang diperoleh sesorang pada saat sekarang belum tentu aman, dan nyaman untuk masa depan. Karena itu berani ke luar dari zona aman merupakan langkah awal menuju ke zona aman, nyaman selanjutnya. Dengan demikian ketidaknyamanan dalam rangka memperoleh suatu perubahan adalah proses mendapatkan kenyamanan baru. Karena itu, kesulitan, kesusahan, dan bahkan kegagalan yang kesemuanya merupakan bentuk ketaknyamanan tidak boleh dirasakan sebagai sesuatu yang menghambat, tetapi seharusnyalah diterima sebagai satu paket dengan keberhasilan. Kegagalan dan keberhasilan ibarat dua sisi mata uang. Dari contoh kasus penemuan bola lampu di atas, Thomas Alva Edison akan dapat dikatakan gagal dalam menemukan bola lampu manakala ia berhenti pada eksperimennya yang ke-2000. Tetapi ia mampu bangkit dan melakukan eksperimen yang ke 2001 kali, dan akhirnya berhasil. Dengan demikian jarak antara kegagalan dan keberhasilan sangatlah tipis. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Memang, kadang upaya kreatif untuk menciptakan sesuatu yang baru mengundang komentar-komentar miring dari lingkungan, menjadi bahan gunjingan dan bahkan tertawaan. Sebut saja si Alexander Graham Bell misalnya, ia ditertawakan dan ditolak oleh presiden direktur perusahaan Western Union sewaktu meminta harga US$ 100.000 untuk karyanya. Dan kenyataan berbicara lain, bisnis Bell kemudian menjadi jutaan dollar dan perusahaan AT&T lahir (Nistains Odop, 2007).<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="SV"><o:p> </o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b><span lang="SV">Mejadi yang Terbaik<o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Sampai saat ini jumlah orang sekelas Thomas Alva Edison maupun Alexander Graham Bell hanya sedikit. Mereka minoritas. Hal ini menandakan bahwa untuk mencapai suatu puncak prestasi tidak mudah, butuh ketahanan, keuletan usaha di atas rata-rata orang pada umumnya. Tetapi sewaktu keberhasilan sudah dicapai, terbukti seseorang akan mendapatkan ”pahala” yang tidak terperkirakan sebelumnya.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="SV">Sebagai calon guru dan guru, masing-masing memiliki hak untuk memilih dan menempati kuadran tertentu yang dikehendaki. Namun demikian ada ”kewajiban” yang harus dipenuhi manakala dirinya tidak ingin seperti orang pada umumnya. Dalam profesi guru, dan profesi apapun yang kita jumpai, pastilah ada kelompok minoritas di dalamnya. Kelompok minoritas menunjuk pada mereka yang secara kuantitas paling sedikit jumlahnya, namun memiliki kualitas yang lebih tinggi dan pastinya akan diikuti konsekuensi logisnya, seperti pendapatan yang lebih banyak, dsb. <o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="SV"> Paparan di atas hendak menunjukkan sebab-sebab keberhasilan mencapai puncak usaha yang disingkat STM BB FM ME sebagai berikut:<o:p></o:p></span></div><ol start="1" style="margin-top: 0cm;" type="1"><li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="ES">Sikap dan cara memandang sesuatu dari sisi positif.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="ES">Tidak mudah menyerah, ada motivasi untuk sukses..<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI">Masalah diterima sebagai kesatuan dari keberhasilan.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI">Berani mencoba sesuatu yang baru secara cerdas. <o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI">Berani mengambil resiko, keluar dari zona nyaman.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI">Fokus pada solusi, tidak terbelenggu pada masalah, ataupun kejayaan pada masa lalu.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI">Memiliki etos kerja yang baik, aktif, kreatif.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI">Memiliki banyak informasi.<o:p></o:p></span></li>
<li class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI">Etos kerja yang baik.<o:p></o:p></span></li>
</ol><div class="MsoNormal" style="margin-left: 18pt; text-align: justify;"><span lang="FI"><o:p> </o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; text-indent: 36pt;"><span lang="FI">Faktor-faktor penyebab keberhasilan tersebut merupakan peneguhan terhadap keyakinan para calon guru dan guru bahwa menjadi guru adalah pilihan yang tepat. Selain tugas kemanusiaan yang amat mulia dan ladang ibadah yang tinggi nilainya, profesi ini juga dapat mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi pelakunya jika mereka dapat menempati posisi minoritas.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI"><o:p> </o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><b><span lang="FI">Kepustakaan: <o:p></o:p></span></b></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI">Amir Tengku Ramli. 2005. <i>Menjadi Guru Kaya melalui Perubahan paradigma To Be Quadran.</i> Bekasi: Pustaka Inti.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI"><o:p> </o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="FI">Gordon Dryden & Jeannete Vos .2001. <i>Revolusi Cara Belajar. Bandung</i>: KIFA<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI">Krathwohl, Bloom, Masia. 1973. Bahan Penataran Kurikulum Berbasis Kompetensi. UMK<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI"><o:p> </o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI">Nistain Odop. 2007. <i>Gagal Itu Baik. Built Your Own Potential with Power Fail</i>. Yogyakarta: Media Pressindo.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="FI">Tony Buzan. 2005. </span><i><span lang="EN-US">Brain Child. Cara Pintar Membuat Anak Menjadi Pintar</span></i><span lang="EN-US">. <st1:city st="on"><st1:place st="on">Jakarta</st1:place></st1:city>: Gramedia</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US"><o:p> </o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US">Taufik Tea. 2009. <i>Inspiring Teaching. Mendidik Penuh Inspirasi.</i> <st1:city st="on"><st1:place st="on">Jakarta</st1:place></st1:city>: Gema Insani.</span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="EN-US">Thomas Armstrong. 2005. <i>Setiap Anak Cerdas</i>. </span><span lang="SV">Panduan Membantu Anak Belajar dengan Memanfaatkan Multiple Intelligece-nya. Jakarta: Gramedia.<o:p></o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="margin-left: 36pt; text-align: justify; text-indent: -36pt;"><span lang="SV"><o:p> </o:p></span></div><div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify;"><span lang="EN-US"> <br />
</span></div><br />
<span lang="SV"><o:p></o:p></span><br />
<div><hr align="left" size="1" width="33%" /><div id="ftn1"><div class="MsoFootnoteText"><a href="http://www.blogger.com/post-create.g?blogID=4113148477109327474#_ftnref1" name="_ftn1" title=""></a><span lang="SV"><o:p> </o:p></span></div></div></div>UKIhttp://www.blogger.com/profile/01137209992661153292noreply@blogger.com0